Indonesia adalah negeri yang rawan bencana. Berbagai bencana telah memakan korban jiwa dan kerugian yang besar. Di samping faktor alam, kompleksnya kondisi masyarakat Indonesia dari segi demografi/Kependudukan dan ekonomi telah menambah tingginya kerentanan terhadap peristiwa bencana. Penggundulan hutan, pengikisan area perbukitan, pembakaran lahan, dan perusakan lingkungan merupakan contoh nyata yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat di berbagai daerah.
Banyaknya kerugian dan korban jiwa tersebut diantaranya disebabkan oleh rendahnya tingkat kesiapsiagaan dan pengetahuan tentang bencana (Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar Dan Menengah , Kementerian Pendidikan Nasional, Jakarta 2010), sehingga perlu:
- kebijakan pemerintah terutama di bidang pendidikan penanggulangan bencana
- upaya-upaya integrasi pendidikan kebencanaan dan pengurangan risiko bencana ke dalam kegiatan dan kurikulum pendidikan
Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana menjadi wahana yang sangat penting untuk mewujudkan budaya siap dan siaga serta kesadaran dalam menghadapi ancaman bencana, sekaligus sebagai perwujudan dari Education for Sustainable Development (Pendidikan Untuk Pembangunan yang berkelanjutan) dan Sekolah tetap dipercaya sebagai wahana efektif untuk membangun budaya bangsa, termasuk membangun kesiapsiagaan bencana warga negara pada usia anak, pendidik, dan tenaga pendidik serta para pemangku kepentingan termasuk masyarakat luas.
Pendidikan kebencanaan dalam Kerangka Aksi Hyogo , menjadi salahsatu prioritas utama dalam upaya Pengurangan Risiko Bencana, yaiut Prioritas Aksi ke-3 yang menyebutkan bahwa Kegiatan PRB perlu menggunakan pengetahuan, inovasi dan pendidikan untuk membangun sebuah budaya keselamatan dan ketahanan di semua tingkat, di antaranya:
- Pengelolalaan dan pertukaran informasi antar pemangku kepentingan, komunitas ahli, komunitas masyarakat.
- Pendidikan dan Pelatihan tentang kebencanaan, kesiapsiagaan dan bagaimana meminimalisir efek bahaya
- Penelitian
- Kesadaran Publik dengan menggalakkan ketertiban media dan keterlibatan komunitas dalam kampanye pendidikan publik
Menurut Undang-undang No 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana Bahwa setiap orang berhak :
- Mendapatkan perlindungan sosial dan rasa aman, khususnya bagi kelompok masyarakat rentan bencana;
- Mendapatkan pendidikan, pelatihan, dan ketrampilan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana.
- Mendapatkan informasi secara tertulis dan/atau lisan tentang kebijakan penanggulangan bencana.
Menurut Kementerian Kependidikan Nasional Indonesia, 2010, Deklarasi Hak Asasi Manusia telah menetapkan bahwa anak-anak berhak mendapatkan perlakuan dan pertolongan khusus dalam bencana sehingga perlu diberi pendidikan kebencanaan dan pengurangan risiko bencana dimana:
- Siswa/anak-anak merupakan anggota masyarakat yang rentan terhadap bencana.
- Sekolah, khususnya siswa, merupakan agen atau media untuk menyebarluaskan pengetahuan tentang pendidikan bencana kepada orangtua dan lingkungannya.
- Siswa merupakan aset pembangunan dan masa depan bangsa, sehingga harus dilindungi dari berbagai ancaman bencana.
Hal ini diperkuat dengan adanya Surat Edaran Menteri Pendidikan Nasional No 70a/MPN/SE/2010, Penyelenggaraan PB di Sekolah perlu dilakukan melalui pelaksanaan strategi pengarusutamaan Pengurangan Resiko Bencana (PRB) di sekolah, yaitu :
- Pemberdayaan kelembagaan dan kemampuan Komunitas sekolah.
- Pengintegrasian PRB ke dalam kurikulum satuan pendidikan formal, baik intra maupun ekstra kurikuler.
- Pembangunan kemitraan dan jaringan antar berbagai pihak untuk mendukung pelaksanaan PRB di sekolah
Dengan adanya pendidikan PRB ini diharapkan dapat menumbuhkembangkan:
- nilai dan sikap kemanusiaan;
- sikap dan kepedulian terhadap risiko bencana;
- pemahaman tentang risiko bencana, kerentanan sosial, kerentanan fisik, serta kerentanan perilaku dan motivasi;
- pengetahuan dan keterampilan untuk pencegahan dan pengurangan risiko bencana, pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan yang bertanggung jawab, dan adaptasi terhadap risiko bencana;
- upaya-upaya untuk pengurangan risiko bencana di atas baik secara individu maupun kolektif;
- pengetahuan dan keterampilan kesiapsiagaan bencana;
- kemampuan tanggap darurat bencana;
- kesiapan untuk mendukung pembangunan kembali komunitas saat bencana terjadi dan mengurangi dampak bencana; serta
- kemampuan beradaptasi dengan perubahan besar dan mendadak—meningkatkan daya lenting pribadi (individual) maupun komunitas (kolektif).
Melalui pendidikan diharapkan agar upaya pengurangan risiko bencana dapat mencapai sasaran yang lebih luas dan dapat dikenalkan secara lebih dini kepada seluruh peserta didik, dengan mengintegrasikan pendidikan pengurangan risiko bencana ke dalam kurikulum sekolah.
“Terwujudnya budaya sadar bencana, kesiapsiagaan (preparedness), keselamatan (safety), dan ketangguhan (resiliency) di tingkat sekolah untuk mencegah dan mengurangi potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana alam”.