Tampilkan postingan dengan label Pengurangan Risiko Bencana. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pengurangan Risiko Bencana. Tampilkan semua postingan

Senin, 12 September 2016

Penghargaan AHMAD BAKRIE 2016 untuk Ahli Gempa Indonesia,

Yayasan Achmad Bakrie menyelenggarakan acara Penghargaan Achmad Bakrie XIV, Sabtu, 20 Agustus 2016 yang lalu sebagai wujud apresiasi kepada tokoh-tokoh ilmuwan dan periset nasional, sebagai penghargaan atas pencapaian pembangunan intelektual dan menginspirasi masyarakat. Diantara penerima penghargaan itu adalah Dr. Danny Hilman Natawijaya dalam kategori science atas pencapaiannya dalam riset gempa dan tektonik. Ilmuan yang juga dijuluki Ustadz Gempa itu dianggap memberikan sumbangsih dalam ilmu pengetahuan dan memberikan penyadaran bahwa pendekatan keilmua mutlak diperlukan dalam penanggulangan bencana.

Foto : Attlantipedia.ie

Danny Hilman dalam akun facebooknya menceritakan suka dukanya dalam melakukan penelitian koral di wilayah kepulauan Mentawai yang kemudian menjadi dasar dalam penghitungan siklus gempa. Beliau dan timnya sering dikejar -kejar penduduk, bahkan ada yang mengacung-acungkan golok karena mereka disangka para pengebom ikan.

Sikap antipati juga ditunjukkan beberapa bulan sebelum gempa-tsunami melanda Aceh, ketika timnya mempublikasikan prediksi tentang potensi gempa dan tsunami di Sumatra dan melakukan penyuluhan tentang kesiapsiagaan terhadap ancaman bencana tersebut. Bencana Tsunami benar-benar terjadi di Desember 2004, sehingga disangka klenik karena seolah-olah tahu sebelum terjadi, padahalpadahal apa yang mereka paparkan dan serukan adalah hal yang ilmiah. Ketika sedang giat melakukan publikasikan potensi gempa-tsunami berikutnya dan giat propaganda untuk mitigasi bencana banyak dihujat dan dianggap melakukan provokasi yang meresahkan masyarakat. Sebagian menganggap prediksi-prediksinya setengah klenik, bahkan sebagian lagi menuduhnya mendahului takdir Tuhan.

Beberapa waktu kemudian apa yang menjadi topik risetnya tersebut benar-benar terjadi, secara berurutan terjadi gempa-gempa besar dan ada yang dikuti tsunami. Gempa Nias 2005, Gempa-tsunami Pangandaran 2006, gempa-tsunami Pagai 2010, dan yang masih dinantikan waktunya gempa pada zona hening Megathrust Mentawai di sekitar Pulau Siberut.

Propaganda Pengurangan risiko bencana yang telah dipelopori Danny Hilman dan Kawan-kawan hingga saat ini masih dilakukan. BNPB-BPBD sebagai leading sektor dalam Penanggulangan Bencana  terus menggiatkan penguatan kapasitas dan penyadaran masyarakat melalui upaya sosialisasi dan pendidikan kebencanaan

Selamat untuk Dr. Danny Hilman Natawijaya dan kawan-kawan.


(ysr)

Pengurangan Risiko Bencana

Indonesia adalah negeri yang rawan bencana. Berbagai bencana telah memakan korban jiwa dan kerugian yang besar. Di samping faktor alam, kompleksnya kondisi masyarakat Indonesia dari segi demografi/Kependudukan  dan ekonomi telah menambah tingginya kerentanan terhadap peristiwa bencana. Penggundulan hutan, pengikisan area perbukitan, pembakaran lahan, dan perusakan lingkungan merupakan contoh nyata yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat di berbagai daerah.

Banyaknya kerugian dan korban jiwa tersebut diantaranya disebabkan oleh rendahnya tingkat kesiapsiagaan dan pengetahuan tentang bencana (Direktorat Jenderal Manajemen  Pendidikan Dasar Dan Menengah , Kementerian Pendidikan Nasional, Jakarta 2010), sehingga perlu:
  • kebijakan pemerintah terutama di bidang pendidikan penanggulangan  bencana
  • upaya-upaya integrasi pendidikan kebencanaan dan pengurangan risiko bencana ke dalam kegiatan dan kurikulum pendidikan 
Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana menjadi wahana yang sangat penting untuk mewujudkan budaya siap dan siaga serta kesadaran dalam  menghadapi ancaman bencana, sekaligus sebagai perwujudan dari Education for Sustainable Development (Pendidikan Untuk Pembangunan yang berkelanjutan) dan Sekolah tetap dipercaya sebagai wahana efektif untuk membangun budaya bangsa, termasuk membangun kesiapsiagaan bencana warga negara pada usia anak, pendidik, dan tenaga pendidik serta para pemangku kepentingan termasuk masyarakat luas.

Pendidikan kebencanaan dalam Kerangka Aksi Hyogo , menjadi salahsatu prioritas utama dalam upaya  Pengurangan Risiko Bencana, yaiut Prioritas Aksi ke-3 yang menyebutkan bahwa Kegiatan PRB perlu menggunakan pengetahuan, inovasi dan pendidikan untuk membangun sebuah budaya keselamatan dan ketahanan di semua tingkat, di antaranya:
  1. Pengelolalaan dan pertukaran informasi antar pemangku kepentingan, komunitas ahli, komunitas masyarakat.
  2. Pendidikan dan Pelatihan tentang kebencanaan,  kesiapsiagaan dan bagaimana meminimalisir efek bahaya
  3. Penelitian
  4. Kesadaran Publik dengan menggalakkan ketertiban media dan keterlibatan komunitas dalam kampanye pendidikan publik
Menurut Undang-undang No 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana Bahwa setiap orang berhak :
  •  Mendapatkan perlindungan sosial dan rasa aman,  khususnya bagi kelompok masyarakat rentan bencana; 
  • Mendapatkan pendidikan, pelatihan, dan ketrampilan dalam penyelenggaraan  penanggulangan bencana.
  • Mendapatkan informasi secara tertulis dan/atau lisan tentang kebijakan penanggulangan bencana.

Menurut Kementerian Kependidikan Nasional Indonesia, 2010, Deklarasi Hak Asasi Manusia telah menetapkan bahwa anak-anak berhak mendapatkan perlakuan dan pertolongan khusus dalam bencana sehingga perlu diberi pendidikan kebencanaan dan pengurangan risiko bencana dimana:
  • Siswa/anak-anak merupakan anggota masyarakat  yang rentan terhadap bencana.
  • Sekolah, khususnya siswa, merupakan agen atau media untuk menyebarluaskan pengetahuan tentang pendidikan bencana kepada orangtua dan lingkungannya.
  • Siswa merupakan aset pembangunan dan masa depan bangsa, sehingga harus dilindungi dari berbagai ancaman bencana.
 Hal ini diperkuat dengan adanya Surat Edaran Menteri Pendidikan Nasional No 70a/MPN/SE/2010, Penyelenggaraan PB di Sekolah perlu dilakukan melalui pelaksanaan strategi  pengarusutamaan Pengurangan Resiko Bencana (PRB) di sekolah,   yaitu :
  1. Pemberdayaan kelembagaan dan kemampuan Komunitas sekolah. 
  2. Pengintegrasian PRB ke dalam kurikulum satuan pendidikan formal, baik intra maupun ekstra kurikuler.
  3. Pembangunan kemitraan dan jaringan antar berbagai pihak untuk mendukung pelaksanaan PRB di sekolah
 Dengan adanya pendidikan PRB ini diharapkan dapat menumbuhkembangkan:

  1. nilai dan sikap kemanusiaan;
  2. sikap dan kepedulian terhadap risiko bencana;
  3. pemahaman tentang risiko bencana, kerentanan sosial, kerentanan fisik, serta kerentanan perilaku dan motivasi;
  4. pengetahuan dan keterampilan untuk pencegahan dan pengurangan risiko bencana, pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan yang bertanggung jawab, dan adaptasi terhadap risiko bencana;
  5. upaya-upaya untuk pengurangan risiko bencana di atas baik secara individu maupun kolektif;
  6. pengetahuan dan keterampilan kesiapsiagaan bencana;
  7. kemampuan tanggap darurat bencana;
  8. kesiapan untuk mendukung pembangunan kembali komunitas saat bencana terjadi dan mengurangi dampak bencana; serta
  9. kemampuan beradaptasi dengan perubahan besar dan mendadak—meningkatkan daya lenting pribadi (individual) maupun komunitas (kolektif).
Melalui pendidikan diharapkan agar upaya pengurangan risiko bencana dapat mencapai sasaran yang lebih luas dan dapat dikenalkan secara lebih dini kepada seluruh peserta didik, dengan mengintegrasikan pendidikan pengurangan risiko bencana ke dalam kurikulum sekolah. 

“Terwujudnya budaya sadar bencana, kesiapsiagaan (preparedness), keselamatan (safety), dan ketangguhan (resiliency) di tingkat sekolah untuk mencegah dan mengurangi potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana alam”.