Tampilkan postingan dengan label Pendidikan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pendidikan. Tampilkan semua postingan

Senin, 12 September 2016

Penghargaan AHMAD BAKRIE 2016 untuk Ahli Gempa Indonesia,

Yayasan Achmad Bakrie menyelenggarakan acara Penghargaan Achmad Bakrie XIV, Sabtu, 20 Agustus 2016 yang lalu sebagai wujud apresiasi kepada tokoh-tokoh ilmuwan dan periset nasional, sebagai penghargaan atas pencapaian pembangunan intelektual dan menginspirasi masyarakat. Diantara penerima penghargaan itu adalah Dr. Danny Hilman Natawijaya dalam kategori science atas pencapaiannya dalam riset gempa dan tektonik. Ilmuan yang juga dijuluki Ustadz Gempa itu dianggap memberikan sumbangsih dalam ilmu pengetahuan dan memberikan penyadaran bahwa pendekatan keilmua mutlak diperlukan dalam penanggulangan bencana.

Foto : Attlantipedia.ie

Danny Hilman dalam akun facebooknya menceritakan suka dukanya dalam melakukan penelitian koral di wilayah kepulauan Mentawai yang kemudian menjadi dasar dalam penghitungan siklus gempa. Beliau dan timnya sering dikejar -kejar penduduk, bahkan ada yang mengacung-acungkan golok karena mereka disangka para pengebom ikan.

Sikap antipati juga ditunjukkan beberapa bulan sebelum gempa-tsunami melanda Aceh, ketika timnya mempublikasikan prediksi tentang potensi gempa dan tsunami di Sumatra dan melakukan penyuluhan tentang kesiapsiagaan terhadap ancaman bencana tersebut. Bencana Tsunami benar-benar terjadi di Desember 2004, sehingga disangka klenik karena seolah-olah tahu sebelum terjadi, padahalpadahal apa yang mereka paparkan dan serukan adalah hal yang ilmiah. Ketika sedang giat melakukan publikasikan potensi gempa-tsunami berikutnya dan giat propaganda untuk mitigasi bencana banyak dihujat dan dianggap melakukan provokasi yang meresahkan masyarakat. Sebagian menganggap prediksi-prediksinya setengah klenik, bahkan sebagian lagi menuduhnya mendahului takdir Tuhan.

Beberapa waktu kemudian apa yang menjadi topik risetnya tersebut benar-benar terjadi, secara berurutan terjadi gempa-gempa besar dan ada yang dikuti tsunami. Gempa Nias 2005, Gempa-tsunami Pangandaran 2006, gempa-tsunami Pagai 2010, dan yang masih dinantikan waktunya gempa pada zona hening Megathrust Mentawai di sekitar Pulau Siberut.

Propaganda Pengurangan risiko bencana yang telah dipelopori Danny Hilman dan Kawan-kawan hingga saat ini masih dilakukan. BNPB-BPBD sebagai leading sektor dalam Penanggulangan Bencana  terus menggiatkan penguatan kapasitas dan penyadaran masyarakat melalui upaya sosialisasi dan pendidikan kebencanaan

Selamat untuk Dr. Danny Hilman Natawijaya dan kawan-kawan.


(ysr)

Jenis-Jenis Bencana

1. Bencana Alam

Bencana alam merupakan kejadian yang secara umum merupakan akibat dari perstiwa-peristiwa yang terjadi di alam baik secara alamiah ataupun diakibatkan oleh adanya campur tangan manusia dimana perbuatan manusi menjadi salah satu pemicu dari tejadinya bencana alam. Secara umum penyebab bencana alam dapat dikategorikan menjadi 3 macam (seperti pada gambar di bawah):
- Bencana akibat Klimatologi dan Meteorologi (iklim dan cuaca) atau  hidrometeorologi
- Bencana akibat perbuatan manusia
- Bencana akibat gejala alamiah dalam siklus-siklus geologi atau bencana geologi


















Jenis-Jenis bencana alam dan penyebab

2. Bencana Non Alam

a.  Kegagalan Teknologi dan Moderenisasi
Bencana akibat kegagalan teknologi dan moderenisasi seringkali disebut dengan "man made disaster" atau bencana "buatan" manusia. seringkali upaya-upaya dalam peningkatan teknologi dan moderenisasi dalam rangka peningkatan ekonomi, perbaikan industri untuk peningkatan produksi dan energi, transportasi dan sebagainya menjadi bumerang bagi kehidupan manusia, menyebabkan kecelakaan kerja, korban jiwa harta benda, pencemaran dan kerusakan lingkungan.

-  kecelakaan reaktor nuklir Chernobyl, 26 April 1986, di Pripyat, Ukraina. Peristiwa itu menyebabkan ledakan dahsyat sehingga ratusan ribu penduduk diungsikan, zona pada radius 48 km terpaksa dikosongkan untuk menghindari dampak serius radiasi terhadap penduduk. 500.000 orang terlibat dalam penanganan bencana tersebut dan sangat berpengaruh pada perekonomian Unisoviet kala itu.Walaupun jumlah korban jiwa dari bencana ini tergolong sedikit, namun pada tahun-tahun berikutnya hingga tahun 2000an dilaporkan bahwa terdapat ribuan kasus gangguan kesehatan, kanker, cacat mental dan fisik pada anak-anak dan orang dewasa di Ukraina, Belarusia dan Rusia.

- Pencemaran Logam Merkuri di Teluk Minamata, Jepang, 1995. Pencemaran berdampak pada ikan dan ikan ikan yang terkontaminasi juga dimakan oleh penduduk, akibatnya 10.000 orang terjangkit penyakit yang diistilahkan dengan "Minamata Desease, dan 2000 orang meninggal.

- Badai Abu (The Dust Bowl) di Great Plains, Amerika Serikat. 1930an. terjadi akibat pembukaan lahan pertanian secara masif (besar-besar) sehinga mengakibatkan kekeringan berkepanjangan pada wilayah yang sangat luas, pada akhirnya menimbulkan badai abu yang dahsyat dan berdampak pada wilayah 100.000.000 hektar  dan 500.000 orang kehilangan tempat tinggal.

Kabut Asam London (London's Killer Fog), 1952. Moderenisasi Industri pada masa itu membuat masyarakat di  Londonsudah terbiasa dengan kabut asap. Akan tetapi pada musim dingin terjadi peningkatan penggunaan batubara untuk bahan bakar perapian di rumah-rumah penduduk. hal ini mningkatkan polusi, kontaminasi Asam Sulfida, Oksida Nitrogen dan jelaga di udara dan london diselimuti kabut hitam. Bencana ini juga mengakibatkan hujan asam dan menelan korban lebih 12.000 jiwa.

Lumpur Lapindo (Lumpur Sidoarjo), Sidoarjo, Jawa Timur, Indonesia. Peristiwa Lumpur Lapindo sampai saat ini masih menjadi perdebatan di tengah-tengah masyarakat dan para ahli Indonesia. Sebagian menyebutkan bahwa itu adalah peristiwa alam sehingga penanganannya disamakan dengan bencana alam dan menjadi tanggungan pemerintah secara garis besar, namun sebagian lagi menyebutkan bahwa itu adalah bencana geologi yang dipicu oleh kesalahan operasional dalam pemboran eksplorasi minak bumi dimana lapisan lumpur yang tidak solid bercampur fluida air dan gas naik ke permukaan  melalui celah atau lubang pemboran dimana seharusnya pada lapisan tersebut harusnya dilakukan grouting atau diisolasi. Bencana ini menyebabkan ribuan orang terinfeksi penyakit saluran pernafasan dan gastritis akibat pencemaran gas Metana dan lebih dari 10.000 Keluarga harus dipindahkan akibat banjir lumpur dan rusaknya infrastruktur dan bangunan di sekitar semburan yang kini telah menjadi danau lumpur.

b. Wabah Penyakit atau Epidemi
dalam sejarah dunia, pertiwa wabah penyakit secara masifpun pernah terjadi beberapa kali, baik wabah penyakit yang langsung menyerang manusia maupun lahan pertanian sehingga wabah penyakit juga diidentikkan dengan klasus-kasus kelaparan.
-  "Potato Famine" Irlandia, 1845 to 1848. Terjadi kelangkaan Kentang yang menjadi makanan pokok bangsa Irlandia pada masa itu akibat wabah jamur yang merusak pertanian kentang. Bencana ini menyebabkan 2 juta orang eksodus kenegara negara disekitanya.
-  Wabah Flu global, pada 1918 and 1919, akibatnya shampir 100 juta orang meninggal di seluruh dunia, bahkan di India saja menelan korban lebih 16 Juta jiwa. Korban terbanyak adalah dari anak-anak dan orang tua.

3. Bencana Sosial

a. Konflik Sosial
b. Teror






http://www.disasterium.com/10-worst-man-made-disasters-of-all-time/
http://www.disasterium.com/10-worst-natural-disasters-of-all-time/
http://abid03.wordpress.com/2010/11/01/tragedi-kebocoran-nuklir-terparah-sepanjang-sejarah/
http://catatan-risma.blogspot.com/2013/09/penyebab-dan-dampak-lumpur-lapindo-di_5903.html

......................

Pengurangan Risiko Bencana

Indonesia adalah negeri yang rawan bencana. Berbagai bencana telah memakan korban jiwa dan kerugian yang besar. Di samping faktor alam, kompleksnya kondisi masyarakat Indonesia dari segi demografi/Kependudukan  dan ekonomi telah menambah tingginya kerentanan terhadap peristiwa bencana. Penggundulan hutan, pengikisan area perbukitan, pembakaran lahan, dan perusakan lingkungan merupakan contoh nyata yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat di berbagai daerah.

Banyaknya kerugian dan korban jiwa tersebut diantaranya disebabkan oleh rendahnya tingkat kesiapsiagaan dan pengetahuan tentang bencana (Direktorat Jenderal Manajemen  Pendidikan Dasar Dan Menengah , Kementerian Pendidikan Nasional, Jakarta 2010), sehingga perlu:
  • kebijakan pemerintah terutama di bidang pendidikan penanggulangan  bencana
  • upaya-upaya integrasi pendidikan kebencanaan dan pengurangan risiko bencana ke dalam kegiatan dan kurikulum pendidikan 
Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana menjadi wahana yang sangat penting untuk mewujudkan budaya siap dan siaga serta kesadaran dalam  menghadapi ancaman bencana, sekaligus sebagai perwujudan dari Education for Sustainable Development (Pendidikan Untuk Pembangunan yang berkelanjutan) dan Sekolah tetap dipercaya sebagai wahana efektif untuk membangun budaya bangsa, termasuk membangun kesiapsiagaan bencana warga negara pada usia anak, pendidik, dan tenaga pendidik serta para pemangku kepentingan termasuk masyarakat luas.

Pendidikan kebencanaan dalam Kerangka Aksi Hyogo , menjadi salahsatu prioritas utama dalam upaya  Pengurangan Risiko Bencana, yaiut Prioritas Aksi ke-3 yang menyebutkan bahwa Kegiatan PRB perlu menggunakan pengetahuan, inovasi dan pendidikan untuk membangun sebuah budaya keselamatan dan ketahanan di semua tingkat, di antaranya:
  1. Pengelolalaan dan pertukaran informasi antar pemangku kepentingan, komunitas ahli, komunitas masyarakat.
  2. Pendidikan dan Pelatihan tentang kebencanaan,  kesiapsiagaan dan bagaimana meminimalisir efek bahaya
  3. Penelitian
  4. Kesadaran Publik dengan menggalakkan ketertiban media dan keterlibatan komunitas dalam kampanye pendidikan publik
Menurut Undang-undang No 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana Bahwa setiap orang berhak :
  •  Mendapatkan perlindungan sosial dan rasa aman,  khususnya bagi kelompok masyarakat rentan bencana; 
  • Mendapatkan pendidikan, pelatihan, dan ketrampilan dalam penyelenggaraan  penanggulangan bencana.
  • Mendapatkan informasi secara tertulis dan/atau lisan tentang kebijakan penanggulangan bencana.

Menurut Kementerian Kependidikan Nasional Indonesia, 2010, Deklarasi Hak Asasi Manusia telah menetapkan bahwa anak-anak berhak mendapatkan perlakuan dan pertolongan khusus dalam bencana sehingga perlu diberi pendidikan kebencanaan dan pengurangan risiko bencana dimana:
  • Siswa/anak-anak merupakan anggota masyarakat  yang rentan terhadap bencana.
  • Sekolah, khususnya siswa, merupakan agen atau media untuk menyebarluaskan pengetahuan tentang pendidikan bencana kepada orangtua dan lingkungannya.
  • Siswa merupakan aset pembangunan dan masa depan bangsa, sehingga harus dilindungi dari berbagai ancaman bencana.
 Hal ini diperkuat dengan adanya Surat Edaran Menteri Pendidikan Nasional No 70a/MPN/SE/2010, Penyelenggaraan PB di Sekolah perlu dilakukan melalui pelaksanaan strategi  pengarusutamaan Pengurangan Resiko Bencana (PRB) di sekolah,   yaitu :
  1. Pemberdayaan kelembagaan dan kemampuan Komunitas sekolah. 
  2. Pengintegrasian PRB ke dalam kurikulum satuan pendidikan formal, baik intra maupun ekstra kurikuler.
  3. Pembangunan kemitraan dan jaringan antar berbagai pihak untuk mendukung pelaksanaan PRB di sekolah
 Dengan adanya pendidikan PRB ini diharapkan dapat menumbuhkembangkan:

  1. nilai dan sikap kemanusiaan;
  2. sikap dan kepedulian terhadap risiko bencana;
  3. pemahaman tentang risiko bencana, kerentanan sosial, kerentanan fisik, serta kerentanan perilaku dan motivasi;
  4. pengetahuan dan keterampilan untuk pencegahan dan pengurangan risiko bencana, pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan yang bertanggung jawab, dan adaptasi terhadap risiko bencana;
  5. upaya-upaya untuk pengurangan risiko bencana di atas baik secara individu maupun kolektif;
  6. pengetahuan dan keterampilan kesiapsiagaan bencana;
  7. kemampuan tanggap darurat bencana;
  8. kesiapan untuk mendukung pembangunan kembali komunitas saat bencana terjadi dan mengurangi dampak bencana; serta
  9. kemampuan beradaptasi dengan perubahan besar dan mendadak—meningkatkan daya lenting pribadi (individual) maupun komunitas (kolektif).
Melalui pendidikan diharapkan agar upaya pengurangan risiko bencana dapat mencapai sasaran yang lebih luas dan dapat dikenalkan secara lebih dini kepada seluruh peserta didik, dengan mengintegrasikan pendidikan pengurangan risiko bencana ke dalam kurikulum sekolah. 

“Terwujudnya budaya sadar bencana, kesiapsiagaan (preparedness), keselamatan (safety), dan ketangguhan (resiliency) di tingkat sekolah untuk mencegah dan mengurangi potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana alam”.









Rabu, 28 Mei 2014

Ring of Fire, Cincin Api

Gambar 1. Batas lempeng-lempeng tektonik dan sebaran gunung api. (gambar dari internet)


Ring of fire atau cincin api merupakan suatu jalur di muka bumi dimana di area tersebut terdapat sejumlah besar gunung api aktif dan kejadian-kejadian gempa bumi sebagai hasil dari aktifitas tektonik atau pergerakan lempeng-lempeng tektonik di muka bumi (gambar 1). Sebagai area yang sangat dipengaruhi oleh aktifitas tektonik maka daerah ini merupakan daerah rawan gempa bumi dan mayoritas gempa-gempa merusak terjadi disempanjang jalur ini. Terdapat dua Jalur cincin api atau ring of firer di muka bumi, yaitu Circum Pacific Ring of Fire dan Circum Mediterranea Ring of Fire. 

Gambar 2. Ring of Fire, Cincin api Sircum Pasific dan Mediterania

Gambar 3. Cincin api Sirkum Pasifik, di sekeliling Samudera Pasifik.
  1. Circum Pasific Ring of Fire (Cincin api lingkar Pasifik),  jalur di sepanjang batas pertemuan lempeng Samudaera Pasific dengan Benua Amerika Utara dan Selatan di Sisi Timur dan Benua Eropa-Asia (Eurasi di sisi Barat). 90% gempabumi dan 81% gempabumi besar terjadi pada jalur ini. Gunung api di Indonesia Timur yaitu Sulawesi hingga Maluku termasuk bagian dari sirkum pasifik.
  2. Circum Mediterranea Ring of Fire  (Cincin api lingkar Mediterania), jalur ini berada disepanjang sabuk Alpid (Alpide belt), Asia-Eropa, yang terbentang dari Jawa-Sumatera, pegunungan Himalaya, Mediterania hingga Pematang Atlantik (Mid-Atlantic Ridge, atau Mid Oceanic Ridge of Atalntic). 5–6% gempabumi and 17% gempabumi besar duni terjadi pada jalur ini. Merupakan hasil dari :
    1. subduksi Lempeng Hindia-Australia dengan Lempeng Benua Eurasia (Eropa Asia), membentuk jajaran pegunungan  dan gunung api di Selatan Indonesia hinga Sumatera.
    2. Kolisi (Collision) Benua India dengan Asia, membentuk Pegunugan Himalaya
    3. Complex Tectonic Boundaries of Mediterranean Sea, yang merupakan batas pertemuan lempeng Benua Afrika dengan Benua Eropa, membentuk pegunungan vulkanik Appennini di Italia dan Alps di Peracis, Swis dan Austria. Pada wilayah ini terbentuk beberapa gunung api  terkenal diantaranya Gunung Etna dan Gunung Vesuvius.

Gambar 4. Sabuk Alpid (Alpide belt), membentang dari Jawa, Sumatera, Asia Tenggara, Pegunungan Himalaya hingga Mediterania.

disarikan dari berbagai sumber..

(ysr)

BENTUK-BENTUK GUNUNG API


Strato Volcano/Composite Volcanoes (gunung api berlapis)

Lebih dari separo gunung api aktif di dunia bertipe Strato Volcano, ~60%. Umumnya berkomposisi intermediet (Andesitik-Dasitik) hinga asam, namun tidak menutup kemungkinan bertipe basaltik. Magma yang lebih kental dibandingkan dengan yang bertipe basaltik menghasilkan tekanan yang lebih besar dalam kantong-kantong magma sehingga gunung api tipe ini bersifat eksplosif atau dapat menghasilkan letusan yang hebat. Karakterisitik erupsi adalah campuran lelehan lava (erupsi lelehan, efusif) dan erupsi ledakan (Explosive Eruption) yang menghasilkan materail piroklastik yaitu berbagai ukuran blok batuan hingga pasir, gas dan abu. Campuran Karakteristik erupsi ini menghasilkan perlapisan perselingan antara lava dan material piroklastik (batuan, kerikil, pasir dan abu) sehingga disebut juga dengan Composite Volcanoes.
Gambar 1. Strato volcano. (gambar dari internet)
Gunung api bertipe strato volcano sangat erat kaitannya dengan aktifitas tektonik di zona subduksi, dimana lempeng samudera yang menyusup di bawah lempeng benua mengalami pelelehan secara parsial sehingga meningkatkan aktifitas magmatisme di astenosfer. Lelehan kerak samudera naik kepermukaan melalui celah-celah pada lempeng benua, membentuk kantong-kantong magma di dalam kerak dan memicu terbentuknya gunung api di permukaan. Peningkatan aktifitas tektonik dan kegempaan di sepanjang zona subduksi memilik konsekuensi adanya peningkatan magmatisme di sekitar gunung api sehingga dapat juga memicu peningkatkan aktifitas gunung api. Korelasi lanjutannya adalah dengan peningkatan kegempaan di zona subduksi dapat memicu naiknya status gunung api, lihat MENGAPA ADA GUNUNG API.

Gunung api - gunung api di Indonesia berasosiasi dengan aktifitas tektonik pada zona subduksi sehingga Gunung api di Indonesia umumnya berbentuk Strato volcano. lihat


Shield Volcano

Disebut Shield volcano karena bentuknya yang menyerupai tameng (shield). Hal ini disebabkan oleh erupsi lava basaltik yang encer saat keluar di permukaan mengalir ke segala arah mengikuti topografi di sekitarnya, bagian luarnya cenderung cepat mendingin di bandingkan bagian bawah sehingga kadang saat bagian permukaan aliran lava sudah membeku tapi bagian dalamnya masih mengalir sehingga meninggalkan saluran-saluran dalam tubuh lava itu sendiri. karena lava mengalir cepat dan mendingin dengan cepat maka cenderung shield volcano membentuk topografi gunung api yang landai dengan penyusun utamanya adalah lava itu sendiri. Gunung api temeng umum terdapat di daerah-daerah hotspot seperti hawai dan galapagos, dan pusat pemekaran di punggungan tengah samudera seperti di sepanjang Mid-Atlantic Ridge.
Gambar 2. Shield Volcano dan proses pembentukannnya

Cinder Cone Volcano

cone = Kerucut, Cinder=arang atau abu sisa pembakaran. Kerucut cinder
Dari arti kata di atas dapat kita simpulkan bahwa cinder cone adalah bentuk gunung api yang terbentuk dari tumpukan material piroklastik. Tumpukan menyebar di sekeliling pusat erupsi, melingkar seperti kerucut dengan kemiringan terjal, bagian tengah atau pusat erupsi cenderung berbentuk mangkok. 

Material piroklastik terbentuk dari lava basaltik yang encer menyembur ke udara. Karena sifatnya yang encer dan cepat membeku, maka bom-bom vulkanik dapat terbentuk seketika baik saat masih di udara maupun saat jatuh di sekitar pusat semburan. Batuan piroklastik yang terbentuk umumnya berstruktur skoria (berlubang-lubang, atau berpori banyak) akibat pelepasan gas yang cepat pada bom vulkanik atau lava yang bersifat encer.

Gambar 3. Cinder cone Volcano.

disarikan dari berbagai sumber
(ysr)

Kamis, 22 Mei 2014

Memahami Penanggulangan Bencana secara sederhana

Penanggulangan Bencana sebagai satu-satu alat dalam upaya mitigasi dan pengurangan dampak  atau risiko bencana saat ini bukan lagi menjadi tanggung jawab pemerintah semata, sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari aktifitas pemerintahan, masyarakat dan dunia usaha. Plus, ditambah dengan lahirnya UU no 24 tahun 2007 maka Penanggulangan bencana telah berkekuatn hukum tetap dan harus diterapkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam kehidupan sehari-hari, ber"dunia usaha", industri bahkan pemerintahan. Penanggulangan bencana tidak lagi menjadi urusan ketika terjadi bencana (respon bencana, tanggap darurat) saja, namun merupakan kegiatan yang terintegrasi saat tidak ada bencana, ketika ada potensi bencana, saat bencana bahkan paska bencana, sehingga muncullah istilah Siklus Penanggulangan Bencana.

A. Saat tidak ada bencana


    Saat tidak ada bencana kita sering kali tidak memperhitungkan atau tidak tahu keadaan-keadan berisiko yang ada di lingkungan kita bahkan dalam pekerjaan-pekerjaan ringan sekalipun, misalkan saat berkendaran roda dua tanpa menggunakan helm, ini menjadi faktor resiko yang sering kita remehkan. Dengan kata lain kita dapat menyebukan bahwa saat tidak ada bencana adalah zona aman yang membuat kita lalai dari dampak yang dapat merugikan.
    Mempertimbangkan penyataan diatas maka kita perlu mengenali potensi-potensi bahaya yang ada disekitar kita dan faktor-faktor resiko yang akan meningkatkan potential looses baik untuk diri kita maupun lingkungan di sekitar kita. Berikut adalah beberapa hal yang perlu kita lakukan pada saat berada pada zona aman atau saat tidak ada bencana:
  1. Mengenali potensi bahaya atau bencana yang ada disekitar kita, baik yang bersifat alamiah, hasil dari perbuatan atau kegiatan atau budaya manusia, maupun dampak dari penggunaaan teknologi. Pada tahap lanjut barangkali dapat dilakukan pemetaan potensi bahaya atau bencana. lihat Potensi Bencana.
  2. Mengenali faktor-faktor kerentanan yang dapat meningkatkan risko atau dampak misalnya faktor kemampuan kita secara manusiawi, kemampuan ekonomi, karakteristik dan budaya kita secara individu maupun masyarakat, ketersediaan infrastruktur dalam membentengi kita dari bencana, termasuk faktor pengetahuan dan pengalaman.
  3. Peningkatan upaya proteksi untuk mencegah adanya dampak yang meluas dari bencana yang mungkin dapat terjadi, misalnya dengan peningkatan pengetahuan dan pemahaman tentang bencana dan apa yang harus dilakukan dalam mengantisipasi bencana, memperkuat dan memperbanyak infrastruktur dalam penanggulangan bencana, cadangan ekonomi dan bahan-bahan kebutuhan pokok sebagai baffer stock jika terjadi bencana, sistem pengairan, air bersih, sanitasi yang baik, dan sebagainya.

B. Ketika ada Potensi Bencana

    Fase ini disebut juga dengan fase siap-siaga dimana kita sudah mengenali adanya potensi bahaya atau bencana yang ada di disekitar kita, namun ada kemungkinan atau diyakinai bahwa potensi itu menjadi ancaman nyata yang suatu saat pasti terjadi, menunggu waktu tanpa dapat dicegah. Hal ini tentunya telah melalui pengamatan yang mendalam dan berdasar atau melalui sejumlah kajian atau penelitan ilmiah menurut disiplin ilmu tertentu dan dapat dipertangungjawabkan. Misalnya menurut pengamatan akan terjadi longsor pada sebuh bukit yang dapat membahayakan penduduk di bawahnya, atau daerah tertentu adalah daerah rawan gempa yang pasti akan terjadi gempa besar  pada waktu yang tidak dapat tiperhitungkan, atau menurut kajian geologi suatu daerah dapat saja dilanda tsunami jika terjadi gempa besar di laut, atau adanya informasi gunung akan meletus, dan sebagainya.

    Pengetahuan, data dan informasi-informasi semacam ini akan menjadi acuan dalam menentukan sikap atau langkah-langkah yang mutlak harus dilakukan termasuk persiapan bekal dan perlengkapan agar kerugian atau risiko bencana dapat ditekan. Intinya pada fase ini kita sedang mempersiapkan diri untuk menghadapi bahaya yang akan terjadi, akan kah dihadang atau dihindari, tentunya keduanya memiliki konsekuensi dalam potensial looses atau tindakan yang harus dilakukan, pada fase inilah disusun rencana kontinjensi.

C. Saat Bencana

    Pada Fase ini seluruh pihak harus benar-benar patuh terhadap instruksi evakuasi, menghindar atau menjauh dari daerah bahaya. Kesempatan untuk menyelamatkan aset mungkin sangat tipis atau malah tidak sempat lagi, sehingga aset-aset dan jiwa yang selamat sangat tergantung dari persiapan kita sebelum bencana benar-benar terjadi. Jumlah kerugian sangat tergantung dari tindakan yang dilakuan saat fase siaga. Yang perlu diperhatikan adalah jangan sampai ada penambahan korban dan kerugian. Penangan korban dan pengungsi secara tepat mutlak dilakukan. 

D. Pasca Bencana

    Setelah kejadian bencana merupakan face pemulihan dan pembangunan kembali aset-aset yang rusak dan hacur akibat bencana. Seringkali bencana  menimbulkan dampak yang dalam terhadap masyarakat sehinga perlu rehabilitasi mental dengan kegiatan-kegiatan sosial yang menghibur dan dapat menyembuhkan trauma paling tidak dapat menghilangkan rasa takut dan was-was atau penyakit-panyakit kejiwaan lainnya.


Sebagai bagian dari sebuah bangsa, apakah kita dari unsur pemerintahan, dunia usaha atau masyarakat sebagai individu ataupun berkelompok (ORMAS, NGO), tentu kita dapat memposisikan diri dan mengambil peran dan tindakan sesuai dengan porsi, tugas dan wewenang dalam siklus Penanggulangan Bencana, dan yang perlu ditingkatkan adalah adanya jaringan aktifitas yang terkoordinasi dalam ketiga unsur tersebut sehinga secara bersama-sama terjalin kerjasama yang erat, harmonis dan berkesinambungan.

(ysr)

Jumat, 09 Mei 2014

GEMPA DALAM GENGGAMAN



Judul diatas bukan berarti bahwa gempabumi merupakan suatu fenomena yang dapat dikendalikan atau diatur sedemian rupa oleh manusia meskipun dengan teknologi paling modern sekalipun, akan tetapi gempa merupakan suatu fenomena alam (fenomena geologi) yang terjadi sesuai dengan siklus dan tatanan geologi suatu daerah.

Karena gempa tidak dapat dikendalikan manusia maka hal yang paling penting yang harus kita lakukan  adalah bagaimana caranya agar kita dapat mengetahui informasi gempa secara cepat dan instan dimanapun kita berada dan tidak dibatasi oleh wilayah geografis. Artinya bahwa info yang kita perlukan dapat kita akses atau peroleh dari manapun baik informasi gempa local maupun global dari sluruh dunia.

Berikut adalah sumber-sumber informasi gempa yang dapat keita akses melalui jaringan-jaringan internet lengkap dengan informasi pusat gempa (episentrum dan hiposentrum atau koordinat dan kedalam), peta lokasi dan sejarah atau karakteristik wilayah kejadian gempa secara geologis.

1. Akses informasi dari internet. 
Situs-situs internet berikut menyediakan layanan informasi gempabumi di seluruh dunia, kecuali bmkg hanya untuk gempa di sekitar wilayah Indonesia, dan menyediakan layanan pemberitahuan otomatis ter-update gratis via email, dengan catatan kita harus mendaftar terlebih dahulu pada situs-situs tersebut.
a.   http://www.bmkg.go.id (Badan Metereologi dan Geofisika)
b.   http://www.ptwc.weather.gov Layanan Informasi Tsunami Pasifik
c.   http://www.earthquake.usgs.gov (Badan Survey Geologi Amerika)
e. www.emsc-csem.org (Pusat informasi gempa Eropa-Mediterania)
e.    Dll
 
2.    Aplikasi notifikasi/pembeeriatahuan otomatis pada smartphone dan PC
  • Gempa Terkini V. 0.12.06 (under Windows)
  • EWS For Windows (http://www.airputih.or.id/downloads-ews)
  • Earthquake Alert! (Android)
  • Earthquake (Android)
  • EQInfo by Gempa GMBH (Android)
  • USGS Earthquake Data (Android, Ipod)
  •  Earthquake Info aplication for Blackberry
  • Gempa Loka (Blackberry)
3.    Prediksi sumber gempa berdasarkan rambatan gelombang yang dirasakan.

Memprediksi sumber gempa dengan apa yang kita rasakan sangat didukung dengan pengetahuan kita tentang zona-zona rawan gempa atau jalur-jalur patahan yang menjadi daerah potensial gempa bumi di daerah tempat kita berada. Selanjutnya setelah kita  mengetahui jalur-jalur rawan gempa kita akan dapat memperkirakan sumber asalkan kita dapat merasakan/mengetahu arah dating gelombang atau getaran yang datang pertama kali atau arah getaran yang pertama kali kita rasakan, dari mana datangnya maka dari sanalah arah sumbernya. Untuk lebih lanjutnya sukur-sukur kita juga paham dengan tipe-tipe gelombang gempa, yaitu:

a. Gelombang Primer : gelombang tipe ini merupakan gelombang tranversal atau getaran horizontal/mendatar dan cenderung satu arah bulak balik dari sumbernya, dpat kita rasakan seperti ayunan mendatar. Gelombang tipe ini biasanya datang pertama kali dan dapat menjangkau wilayah yang sangat jauh tergantung energi (Skala Richter di pusat gempa), semain jauh ayunan semakin lambat dan lemah.
b.    Gelombang sekunder (Secondary wave)
c.    Gelombang cinta (love wave)
d.    Gelombang ……


4. Memiliki Instrument deteksi getaran gempa, misal:  Aplikasi pada gadget yang memilik akselerometer (sensor gerak) seperti : Smartphon/tablet PC berbasis Android, Blackberry, Windows Mobile, dll.
Contoh (kombinasi aplikasi pada Android sistem):
  • Aplikasi “Earthquake Vibration Sensor” untuk alert/pemberitahuan (alarm dapat diatur sesuai dengan nilai MMI yang diinginkan).
  • Aplikasi “Vibrometer” untuk mengetahui nilai MMI getaran Gempa.
Semoga bermanfaat.

Minggu, 27 April 2014

Beranda Bencana

Bencana menurut UU No 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulngan Bencana adalah peristiwa atau serangkaian peristiwa yang menyebabkan gangguan serius pada masyarakat, sehingga menyebabkan korban jiwa serta kerugian yang meluas pada kehidupan manusia baik dari segi materi, ekonomi maupun lingkungan dan melampaui kemampuan masyarakat tersebut untuk mengatasi menggunakan sumber daya yang mereka miliki.

Berdasarkan pengertian tersebut maka segala peristiwa yang tidak menyebabkan adanya kerugian dan gangguan terhadap masyarakat, perekonomian maupun lingkungan tidak dapat kita sebut dengan bencana, sehingga peristiwa-peristiwa tersebut hanyalah kejadian biasa yang mungkin tidak perlu ditangapi secara serius. Namun ada kalanya suatu peristiwa yang tidak mngakibatkan bencana malah pada suatu saat akan dapat memicu kejadian luar biasa yang akan membuat kita menyesal apabila mengabaikannya atau terlambat mengandisipasinya. Contohnya bahwa kita tahu pada daerah hulu sungai yang berlereng terjal atau berbukit-bukit curam adalah daerah rawan longsor yang pada suatu saat apabila terjadi longsor dapat menimbun saluran-saluran sungai sehinga akan berpotensi membentuk danau-danau atau bendungan-bendungan alam yang suatu saat dapat "meledak" apa bila tidak ditangani dengan baik, atau terlambat diantisipasi. Saatnya apabila bendungan-bendungan alam tersebut benar-benar "jebol" maka akan terjadilah banjir bandang dengan skala yang beragam di daerah hilirnya. Peristiwa seperti ini pernah terjadi di Way Ela, Desa Negeri Lima, Kabupaten Maluku Tengah, 450 unit rumah terbawa hanyu, dan sangat beruntung karena sebelum jebolnya bendungan telah dilakukan upaya kesiappsiagaan dan adanya penetapan status Siaga Darurat, dan hanya menyebabkan 3 orang dinyatakan hilang dan sekitar 5.000 jiwa melakukan pengungsian.

Menyikapi bencana secara defenisi atau mengacu kepada defenisi bencana maka perlu dilakukan upaya-upaya yang berkesinambungan sehingga peristiwa-persitiwa yang terjadi tidak menimbulkan korban jiwa, kerugian dan dampak dapat dikurangi. Upaya-upaya ini sering juga disebut dengan Pengurangan Risiko Bencana atau PRB. Melalui Blog ini, semoga dapat memberikan pengetahuan pengetahuan bermanfaat bagi kita dalam memahami konsep bencana, jenis-jenis potensi bencana yang ada disekitar kita, upaya-upaya PRB yang dapat dilakukan, sehinga dengan pengetahuan dan terapannya dapat menjadikan kita merasa aman dan nyaman pada lingkungan tempat tinggal dan beraktifitas, bukan "dihantui" oleh bencana, dan ketahanan terhadap bencana dapat terwujud.

Salam Tangguh