Sabtu, 29 April 2017

Thermoelectric Cooler (PELTIER)

Berikut adalah kopy paste dari http://www.reefsforum.com/index.php?threads/sekilas-tentang-kemampuan-peltier.3700/ Barangkali bermanfaat bagi teman teman yang hobi aquarium/aquascape/aquaponic 

rekan-rekan reefer yang tertarik menggunakan peltier sebagai alat pendingin akuarium, dan ingin mengukur kapasitas pendinginannya, berikut kutipan tabel informasi dari http://www.magaland.com/tectable.html yang telah dimodifikasi. saya coba share semampunya. jadi kalo ada teori yang salah, mohon dikoreksi.
perhitungan ini adalah simplifikasi dari teori2 yang saya jg tidak begitu paham. misalnya: 1 kalori adalah energi kalor yang dibutuhkan untuk meningkatkan suhu air sejumlah 1 mililiter sebesar 1 derajat celcius. 




V, I,dan P masing-masing adalah tegangan (volt), arus (ampere), dan ko nsumsi daya listrik (watt). Vmax berarti tegangan listrik maksimal; Vo berarti tegangan listrik optimal.
I, P dan Q operasional dihitung dengan menggunakan logika persamaan linear sederhana (persentase) bilamana V sama dengan 11.5 volt (rate adaptor pada umumnya). 
Q dan Kcal, keduanya adalah kapasitas pendinginan dengan satuan watt dan kilo kalori. saya mengkonversi kilo kalori dari watt untuk memudahkan perhitungan.
DTmax? saya tidak tahu.. :smt003 :smt003 

contoh:
akuarium dengan volume air 4 liter dan menggunakan peltier tec1-12705 dengan tegangan optimal pada 11.5 volt, akan didapat penurunan suhu berapa?
cari nilai Kcalo yang sesuai, ketemu nilai 20.1. Dibagi 4 liter sama dengan 5. jadi tec1-12705 akan menurunkan suhu paling banter 5.0 derajat celcius dari suhu kamar.
contoh di atas tentunya perhitungan kasar, dengan mengabaikan panas yang masuk dari lampu, maupun berat jenis air laut yang berbeda dari air tawar. serta mekanisme pembuangan panas (heatsink dan kipas) berjalan optimal. tp paling tidak, kita mendapatkan gambaran berapa kemampuan peltier yang akan kita pasang. 

aplikasi:
saya memiliki akuarium 2.6 liter,. suhu akuarium bisa turun maksimal 7 dari suhu ruang. peltier ga tau tipe yang mana (ga ada tulisannya), tegangan optimal adaptor 11.8volt (ukur dengan multimeter). 

step 1 (cari tau tegangan dan arus)
buat ukur arus listrik, saya ga punya alatnya. akhirnya pake trik seperti ini (ga tau bener apa salah):
lampu 23 watt saya gunakan sebagai dasar. saya cabut semua alat listrik trus amati waktu putar meteran listrik, dapat 30.6 detik/setengah putaran (stopwatch dari hp). ganti dengan sistem chiller (peltier, powerhead, kipas) dapat 69 detik/setengah putaran. tinggal kalkulasi 69/30.6 dikali 23 watt samadengan 52 watt. kalo rate input powerhead diketahui 5 watt, kipas diukur dengan trik yang sama ketemu 7 watt; maka ketemu konsumsi daya listrik (P) sebesar 40 watt. jadi arus sebesar 3.39 ampere.

step 2 
biar suhu bisa turun 7 celcius, 2.6 liter berarti dibutuhkan kalor sebesar: 7x2.6=18.2 kilokalori.
dari dua step di atas, sepertinya ini peltier dengan tipe tec1-12705. rate input 40 watt pada 11.8 volt dengan kapasitas pendinginan maksimal 18.2 kilokalori. 
tetapi kalo dari ketebalannya, lebih tipis dari tec1-12706 sehingga semula saya pikir ini tec-12708 (lihat di kolom dimensi) :smt017 :smt017 :smt017

barangkali masing2 produsen beda2. untuk tipe yang sama ada yang suka bikin tebel ada yang suka bikin tipis.. :roll: :roll:

Senin, 12 September 2016

Penghargaan AHMAD BAKRIE 2016 untuk Ahli Gempa Indonesia,

Yayasan Achmad Bakrie menyelenggarakan acara Penghargaan Achmad Bakrie XIV, Sabtu, 20 Agustus 2016 yang lalu sebagai wujud apresiasi kepada tokoh-tokoh ilmuwan dan periset nasional, sebagai penghargaan atas pencapaian pembangunan intelektual dan menginspirasi masyarakat. Diantara penerima penghargaan itu adalah Dr. Danny Hilman Natawijaya dalam kategori science atas pencapaiannya dalam riset gempa dan tektonik. Ilmuan yang juga dijuluki Ustadz Gempa itu dianggap memberikan sumbangsih dalam ilmu pengetahuan dan memberikan penyadaran bahwa pendekatan keilmua mutlak diperlukan dalam penanggulangan bencana.

Foto : Attlantipedia.ie

Danny Hilman dalam akun facebooknya menceritakan suka dukanya dalam melakukan penelitian koral di wilayah kepulauan Mentawai yang kemudian menjadi dasar dalam penghitungan siklus gempa. Beliau dan timnya sering dikejar -kejar penduduk, bahkan ada yang mengacung-acungkan golok karena mereka disangka para pengebom ikan.

Sikap antipati juga ditunjukkan beberapa bulan sebelum gempa-tsunami melanda Aceh, ketika timnya mempublikasikan prediksi tentang potensi gempa dan tsunami di Sumatra dan melakukan penyuluhan tentang kesiapsiagaan terhadap ancaman bencana tersebut. Bencana Tsunami benar-benar terjadi di Desember 2004, sehingga disangka klenik karena seolah-olah tahu sebelum terjadi, padahalpadahal apa yang mereka paparkan dan serukan adalah hal yang ilmiah. Ketika sedang giat melakukan publikasikan potensi gempa-tsunami berikutnya dan giat propaganda untuk mitigasi bencana banyak dihujat dan dianggap melakukan provokasi yang meresahkan masyarakat. Sebagian menganggap prediksi-prediksinya setengah klenik, bahkan sebagian lagi menuduhnya mendahului takdir Tuhan.

Beberapa waktu kemudian apa yang menjadi topik risetnya tersebut benar-benar terjadi, secara berurutan terjadi gempa-gempa besar dan ada yang dikuti tsunami. Gempa Nias 2005, Gempa-tsunami Pangandaran 2006, gempa-tsunami Pagai 2010, dan yang masih dinantikan waktunya gempa pada zona hening Megathrust Mentawai di sekitar Pulau Siberut.

Propaganda Pengurangan risiko bencana yang telah dipelopori Danny Hilman dan Kawan-kawan hingga saat ini masih dilakukan. BNPB-BPBD sebagai leading sektor dalam Penanggulangan Bencana  terus menggiatkan penguatan kapasitas dan penyadaran masyarakat melalui upaya sosialisasi dan pendidikan kebencanaan

Selamat untuk Dr. Danny Hilman Natawijaya dan kawan-kawan.


(ysr)

Jenis-Jenis Bencana

1. Bencana Alam

Bencana alam merupakan kejadian yang secara umum merupakan akibat dari perstiwa-peristiwa yang terjadi di alam baik secara alamiah ataupun diakibatkan oleh adanya campur tangan manusia dimana perbuatan manusi menjadi salah satu pemicu dari tejadinya bencana alam. Secara umum penyebab bencana alam dapat dikategorikan menjadi 3 macam (seperti pada gambar di bawah):
- Bencana akibat Klimatologi dan Meteorologi (iklim dan cuaca) atau  hidrometeorologi
- Bencana akibat perbuatan manusia
- Bencana akibat gejala alamiah dalam siklus-siklus geologi atau bencana geologi


















Jenis-Jenis bencana alam dan penyebab

2. Bencana Non Alam

a.  Kegagalan Teknologi dan Moderenisasi
Bencana akibat kegagalan teknologi dan moderenisasi seringkali disebut dengan "man made disaster" atau bencana "buatan" manusia. seringkali upaya-upaya dalam peningkatan teknologi dan moderenisasi dalam rangka peningkatan ekonomi, perbaikan industri untuk peningkatan produksi dan energi, transportasi dan sebagainya menjadi bumerang bagi kehidupan manusia, menyebabkan kecelakaan kerja, korban jiwa harta benda, pencemaran dan kerusakan lingkungan.

-  kecelakaan reaktor nuklir Chernobyl, 26 April 1986, di Pripyat, Ukraina. Peristiwa itu menyebabkan ledakan dahsyat sehingga ratusan ribu penduduk diungsikan, zona pada radius 48 km terpaksa dikosongkan untuk menghindari dampak serius radiasi terhadap penduduk. 500.000 orang terlibat dalam penanganan bencana tersebut dan sangat berpengaruh pada perekonomian Unisoviet kala itu.Walaupun jumlah korban jiwa dari bencana ini tergolong sedikit, namun pada tahun-tahun berikutnya hingga tahun 2000an dilaporkan bahwa terdapat ribuan kasus gangguan kesehatan, kanker, cacat mental dan fisik pada anak-anak dan orang dewasa di Ukraina, Belarusia dan Rusia.

- Pencemaran Logam Merkuri di Teluk Minamata, Jepang, 1995. Pencemaran berdampak pada ikan dan ikan ikan yang terkontaminasi juga dimakan oleh penduduk, akibatnya 10.000 orang terjangkit penyakit yang diistilahkan dengan "Minamata Desease, dan 2000 orang meninggal.

- Badai Abu (The Dust Bowl) di Great Plains, Amerika Serikat. 1930an. terjadi akibat pembukaan lahan pertanian secara masif (besar-besar) sehinga mengakibatkan kekeringan berkepanjangan pada wilayah yang sangat luas, pada akhirnya menimbulkan badai abu yang dahsyat dan berdampak pada wilayah 100.000.000 hektar  dan 500.000 orang kehilangan tempat tinggal.

Kabut Asam London (London's Killer Fog), 1952. Moderenisasi Industri pada masa itu membuat masyarakat di  Londonsudah terbiasa dengan kabut asap. Akan tetapi pada musim dingin terjadi peningkatan penggunaan batubara untuk bahan bakar perapian di rumah-rumah penduduk. hal ini mningkatkan polusi, kontaminasi Asam Sulfida, Oksida Nitrogen dan jelaga di udara dan london diselimuti kabut hitam. Bencana ini juga mengakibatkan hujan asam dan menelan korban lebih 12.000 jiwa.

Lumpur Lapindo (Lumpur Sidoarjo), Sidoarjo, Jawa Timur, Indonesia. Peristiwa Lumpur Lapindo sampai saat ini masih menjadi perdebatan di tengah-tengah masyarakat dan para ahli Indonesia. Sebagian menyebutkan bahwa itu adalah peristiwa alam sehingga penanganannya disamakan dengan bencana alam dan menjadi tanggungan pemerintah secara garis besar, namun sebagian lagi menyebutkan bahwa itu adalah bencana geologi yang dipicu oleh kesalahan operasional dalam pemboran eksplorasi minak bumi dimana lapisan lumpur yang tidak solid bercampur fluida air dan gas naik ke permukaan  melalui celah atau lubang pemboran dimana seharusnya pada lapisan tersebut harusnya dilakukan grouting atau diisolasi. Bencana ini menyebabkan ribuan orang terinfeksi penyakit saluran pernafasan dan gastritis akibat pencemaran gas Metana dan lebih dari 10.000 Keluarga harus dipindahkan akibat banjir lumpur dan rusaknya infrastruktur dan bangunan di sekitar semburan yang kini telah menjadi danau lumpur.

b. Wabah Penyakit atau Epidemi
dalam sejarah dunia, pertiwa wabah penyakit secara masifpun pernah terjadi beberapa kali, baik wabah penyakit yang langsung menyerang manusia maupun lahan pertanian sehingga wabah penyakit juga diidentikkan dengan klasus-kasus kelaparan.
-  "Potato Famine" Irlandia, 1845 to 1848. Terjadi kelangkaan Kentang yang menjadi makanan pokok bangsa Irlandia pada masa itu akibat wabah jamur yang merusak pertanian kentang. Bencana ini menyebabkan 2 juta orang eksodus kenegara negara disekitanya.
-  Wabah Flu global, pada 1918 and 1919, akibatnya shampir 100 juta orang meninggal di seluruh dunia, bahkan di India saja menelan korban lebih 16 Juta jiwa. Korban terbanyak adalah dari anak-anak dan orang tua.

3. Bencana Sosial

a. Konflik Sosial
b. Teror






http://www.disasterium.com/10-worst-man-made-disasters-of-all-time/
http://www.disasterium.com/10-worst-natural-disasters-of-all-time/
http://abid03.wordpress.com/2010/11/01/tragedi-kebocoran-nuklir-terparah-sepanjang-sejarah/
http://catatan-risma.blogspot.com/2013/09/penyebab-dan-dampak-lumpur-lapindo-di_5903.html

......................

Pengurangan Risiko Bencana

Indonesia adalah negeri yang rawan bencana. Berbagai bencana telah memakan korban jiwa dan kerugian yang besar. Di samping faktor alam, kompleksnya kondisi masyarakat Indonesia dari segi demografi/Kependudukan  dan ekonomi telah menambah tingginya kerentanan terhadap peristiwa bencana. Penggundulan hutan, pengikisan area perbukitan, pembakaran lahan, dan perusakan lingkungan merupakan contoh nyata yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat di berbagai daerah.

Banyaknya kerugian dan korban jiwa tersebut diantaranya disebabkan oleh rendahnya tingkat kesiapsiagaan dan pengetahuan tentang bencana (Direktorat Jenderal Manajemen  Pendidikan Dasar Dan Menengah , Kementerian Pendidikan Nasional, Jakarta 2010), sehingga perlu:
  • kebijakan pemerintah terutama di bidang pendidikan penanggulangan  bencana
  • upaya-upaya integrasi pendidikan kebencanaan dan pengurangan risiko bencana ke dalam kegiatan dan kurikulum pendidikan 
Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana menjadi wahana yang sangat penting untuk mewujudkan budaya siap dan siaga serta kesadaran dalam  menghadapi ancaman bencana, sekaligus sebagai perwujudan dari Education for Sustainable Development (Pendidikan Untuk Pembangunan yang berkelanjutan) dan Sekolah tetap dipercaya sebagai wahana efektif untuk membangun budaya bangsa, termasuk membangun kesiapsiagaan bencana warga negara pada usia anak, pendidik, dan tenaga pendidik serta para pemangku kepentingan termasuk masyarakat luas.

Pendidikan kebencanaan dalam Kerangka Aksi Hyogo , menjadi salahsatu prioritas utama dalam upaya  Pengurangan Risiko Bencana, yaiut Prioritas Aksi ke-3 yang menyebutkan bahwa Kegiatan PRB perlu menggunakan pengetahuan, inovasi dan pendidikan untuk membangun sebuah budaya keselamatan dan ketahanan di semua tingkat, di antaranya:
  1. Pengelolalaan dan pertukaran informasi antar pemangku kepentingan, komunitas ahli, komunitas masyarakat.
  2. Pendidikan dan Pelatihan tentang kebencanaan,  kesiapsiagaan dan bagaimana meminimalisir efek bahaya
  3. Penelitian
  4. Kesadaran Publik dengan menggalakkan ketertiban media dan keterlibatan komunitas dalam kampanye pendidikan publik
Menurut Undang-undang No 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana Bahwa setiap orang berhak :
  •  Mendapatkan perlindungan sosial dan rasa aman,  khususnya bagi kelompok masyarakat rentan bencana; 
  • Mendapatkan pendidikan, pelatihan, dan ketrampilan dalam penyelenggaraan  penanggulangan bencana.
  • Mendapatkan informasi secara tertulis dan/atau lisan tentang kebijakan penanggulangan bencana.

Menurut Kementerian Kependidikan Nasional Indonesia, 2010, Deklarasi Hak Asasi Manusia telah menetapkan bahwa anak-anak berhak mendapatkan perlakuan dan pertolongan khusus dalam bencana sehingga perlu diberi pendidikan kebencanaan dan pengurangan risiko bencana dimana:
  • Siswa/anak-anak merupakan anggota masyarakat  yang rentan terhadap bencana.
  • Sekolah, khususnya siswa, merupakan agen atau media untuk menyebarluaskan pengetahuan tentang pendidikan bencana kepada orangtua dan lingkungannya.
  • Siswa merupakan aset pembangunan dan masa depan bangsa, sehingga harus dilindungi dari berbagai ancaman bencana.
 Hal ini diperkuat dengan adanya Surat Edaran Menteri Pendidikan Nasional No 70a/MPN/SE/2010, Penyelenggaraan PB di Sekolah perlu dilakukan melalui pelaksanaan strategi  pengarusutamaan Pengurangan Resiko Bencana (PRB) di sekolah,   yaitu :
  1. Pemberdayaan kelembagaan dan kemampuan Komunitas sekolah. 
  2. Pengintegrasian PRB ke dalam kurikulum satuan pendidikan formal, baik intra maupun ekstra kurikuler.
  3. Pembangunan kemitraan dan jaringan antar berbagai pihak untuk mendukung pelaksanaan PRB di sekolah
 Dengan adanya pendidikan PRB ini diharapkan dapat menumbuhkembangkan:

  1. nilai dan sikap kemanusiaan;
  2. sikap dan kepedulian terhadap risiko bencana;
  3. pemahaman tentang risiko bencana, kerentanan sosial, kerentanan fisik, serta kerentanan perilaku dan motivasi;
  4. pengetahuan dan keterampilan untuk pencegahan dan pengurangan risiko bencana, pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan yang bertanggung jawab, dan adaptasi terhadap risiko bencana;
  5. upaya-upaya untuk pengurangan risiko bencana di atas baik secara individu maupun kolektif;
  6. pengetahuan dan keterampilan kesiapsiagaan bencana;
  7. kemampuan tanggap darurat bencana;
  8. kesiapan untuk mendukung pembangunan kembali komunitas saat bencana terjadi dan mengurangi dampak bencana; serta
  9. kemampuan beradaptasi dengan perubahan besar dan mendadak—meningkatkan daya lenting pribadi (individual) maupun komunitas (kolektif).
Melalui pendidikan diharapkan agar upaya pengurangan risiko bencana dapat mencapai sasaran yang lebih luas dan dapat dikenalkan secara lebih dini kepada seluruh peserta didik, dengan mengintegrasikan pendidikan pengurangan risiko bencana ke dalam kurikulum sekolah. 

“Terwujudnya budaya sadar bencana, kesiapsiagaan (preparedness), keselamatan (safety), dan ketangguhan (resiliency) di tingkat sekolah untuk mencegah dan mengurangi potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana alam”.









Penanggulangan Bencana

Penanggulangan Bencana sebagai satu-satu alat dalam upaya mitigasi dan pengurangan dampak  atau risiko bencana saat ini bukan lagi menjadi tanggung jawab pemerintah semata, sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari aktifitas pemerintahan, masyarakat dan dunia usaha. Plus, ditambah dengan lahirnya UU no 24 tahun 2007 maka Penanggulangan bencana telah berkekuatn hukum tetap dan harus diterapkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam kehidupan sehari-hari, ber"dunia usaha", industri bahkan pemerintahan. Penanggulangan bencana tidak lagi menjadi urusan ketika terjadi bencana (respon bencana, tanggap darurat) saja, namun merupakan kegiatan yang terintegrasi saat tidak ada bencana, ketika ada potensi bencana, saat bencana bahkan paska bencana, sehingga muncullah istilah Siklus Penanggulangan Bencana.

A. Saat tidak ada bencana


    Saat tidak ada bencana kita sering kali tidak memperhitungkan atau tidak tahu keadaan-keadan berisiko yang ada di lingkungan kita bahkan dalam pekerjaan-pekerjaan ringan sekalipun, misalkan saat berkendaran roda dua tanpa menggunakan helm, ini menjadi faktor resiko yang sering kita remehkan. Dengan kata lain kita dapat menyebukan bahwa saat tidak ada bencana adalah zona aman yang membuat kita lalai dari dampak yang dapat merugikan.
    Mempertimbangkan penyataan diatas maka kita perlu mengenali potensi-potensi bahaya yang ada disekitar kita dan faktor-faktor resiko yang akan meningkatkan potential looses baik untuk diri kita maupun lingkungan di sekitar kita. Berikut adalah beberapa hal yang perlu kita lakukan pada saat berada pada zona aman atau saat tidak ada bencana:
  1. Mengenali potensi bahaya atau bencana yang ada disekitar kita, baik yang bersifat alamiah, hasil dari perbuatan atau kegiatan atau budaya manusia, maupun dampak dari penggunaaan teknologi. Pada tahap lanjut barangkali dapat dilakukan pemetaan potensi bahaya atau bencana. lihat Potensi Bencana.
  2. Mengenali faktor-faktor kerentanan yang dapat meningkatkan risko atau dampak misalnya faktor kemampuan kita secara manusiawi, kemampuan ekonomi, karakteristik dan budaya kita secara individu maupun masyarakat, ketersediaan infrastruktur dalam membentengi kita dari bencana, termasuk faktor pengetahuan dan pengalaman.
  3. Peningkatan upaya proteksi untuk mencegah adanya dampak yang meluas dari bencana yang mungkin dapat terjadi, misalnya dengan peningkatan pengetahuan dan pemahaman tentang bencana dan apa yang harus dilakukan dalam mengantisipasi bencana, memperkuat dan memperbanyak infrastruktur dalam penanggulangan bencana, cadangan ekonomi dan bahan-bahan kebutuhan pokok sebagai baffer stock jika terjadi bencana, sistem pengairan, air bersih, sanitasi yang baik, dan sebagainya.

B. Ketika ada Potensi Bencana

    Fase ini disebut juga dengan fase siap-siaga dimana kita sudah mengenali adanya potensi bahaya atau bencana yang ada di disekitar kita, namun ada kemungkinan atau diyakinai bahwa potensi itu menjadi ancaman nyata yang suatu saat pasti terjadi, menunggu waktu tanpa dapat dicegah. Hal ini tentunya telah melalui pengamatan yang mendalam dan berdasar atau melalui sejumlah kajian atau penelitan ilmiah menurut disiplin ilmu tertentu dan dapat dipertangungjawabkan. Misalnya menurut pengamatan akan terjadi longsor pada sebuh bukit yang dapat membahayakan penduduk di bawahnya, atau daerah tertentu adalah daerah rawan gempa yang pasti akan terjadi gempa besar  pada waktu yang tidak dapat tiperhitungkan, atau menurut kajian geologi suatu daerah dapat saja dilanda tsunami jika terjadi gempa besar di laut, atau adanya informasi gunung akan meletus, dan sebagainya.

    Pengetahuan, data dan informasi-informasi semacam ini akan menjadi acuan dalam menentukan sikap atau langkah-langkah yang mutlak harus dilakukan termasuk persiapan bekal dan perlengkapan agar kerugian atau risiko bencana dapat ditekan. Intinya pada fase ini kita sedang mempersiapkan diri untuk menghadapi bahaya yang akan terjadi, akan kah dihadang atau dihindari, tentunya keduanya memiliki konsekuensi dalam potensial looses atau tindakan yang harus dilakukan, pada fase inilah disusun rencana kontinjensi.

C. Saat Bencana

    Pada Fase ini seluruh pihak harus benar-benar patuh terhadap instruksi evakuasi, menghindar atau menjauh dari daerah bahaya. Kesempatan untuk menyelamatkan aset mungkin sangat tipis atau malah tidak sempat lagi, sehingga aset-aset dan jiwa yang selamat sangat tergantung dari persiapan kita sebelum bencana benar-benar terjadi. Jumlah kerugian sangat tergantung dari tindakan yang dilakuan saat fase siaga. Yang perlu diperhatikan adalah jangan sampai ada penambahan korban dan kerugian. Penangan korban dan pengungsi secara tepat mutlak dilakukan. 

D. Pasca Bencana

    Setelah kejadian bencana merupakan face pemulihan dan pembangunan kembali aset-aset yang rusak dan hacur akibat bencana. Seringkali bencana  menimbulkan dampak yang dalam terhadap masyarakat sehinga perlu rehabilitasi mental dengan kegiatan-kegiatan sosial yang menghibur dan dapat menyembuhkan trauma paling tidak dapat menghilangkan rasa takut dan was-was atau penyakit-panyakit kejiwaan lainnya.


Sebagai bagian dari sebuah bangsa, apakah kita dari unsur pemerintahan, dunia usaha atau masyarakat sebagai individu ataupun berkelompok (ORMAS, NGO), tentu kita dapat memposisikan diri dan mengambil peran dan tindakan sesuai dengan porsi, tugas dan wewenang dalam siklus Penanggulangan Bencana, dan yang perlu ditingkatkan adalah adanya jaringan aktifitas yang terkoordinasi dalam ketiga unsur tersebut sehinga secara bersama-sama terjalin kerjasama yang erat, harmonis dan berkesinambungan.

(ysr)

Minggu, 11 September 2016

Baru nyoba Camstudio

Barusan googling software buat bikin video tutorial, dengan ngerekam semua aktifitas di layar komputer, dan yang penting gratisan alias freeware. Nemu freware namanya CamStudio, webnya http://camstudio.org. nah bagi yang berminat langsung aja click link tersebut.

Waktu menginstal ada beberapa software gratisan yang juga diinstalnya, yaitu ByteFence Anti-Malware dan Booking.com. Mungkin karena gratisan jadi pembuat softwarenya ngiklanin produk lain... Btw, ternyata camStudio yang saya download sudah ada sejak tahun 2013....hehehhe maklum amitaran.


Vidio test camStudio saya



Selasa, 06 September 2016

Cepat Kaya dengan Recycle Emas Limbah Elektronik?

aGak keluar dari mainstream blog ini,tapi sebenarnya saya ingin mengkaitkan dampaknya terhadap lingkungan dibandngkan keuntungan yang dapat diperoleh.

Limbah elektronik umumnya dikategorikan sebagai limbah berbahaya yang memerlukan perlakuan khusus. Barang elektronik umumnya terbuat dari bahan bukan organik yang tidak akan terurai secara alamiah. Terdiri dari berbagai unsur logam hingga bahan kimia plastik, perpaduan logam dengan logam untuk tujuan tertentu, persenyawaan logam dengan non logam, atau persenyawaan kimia untuk karakteristik tertentu pada komponen-komponennya. Sederhananya, sampah elektronik adalah tumpukan limbah logam dan limbah kimia secara bersamaan.

Seluruh logam kecuali logam mulia (emas, perak, platinum dll) dapat teroksidasi atau bereaksi dengan senyawa kimia tertentu sehingga membentuk logam-logam oksida atau senyawa-senyawa logam yang umumnya bersifat racun. Oleh karena itu limbah elektronik perlu penanganan khusus, yaitu daur ulang.

Proses daur ulang sebainya dilakukan dalam skala masal yang memperhatikan aspek-aspek teknis dan lingkungan. Namun demikian ada kelompok-kelompok orang atau individu yang melakukan daur ulang dalam skala kecil, umumnya mereka hanya mengambil bagian-bagian bernilainya saja, umumnya logam-logam mulia seperti emas, perak, palladium, platinum, sisanya mereka jual kembali tetap berupa limbah elektronik baik yang yang tidak disortir ataupun yang sudah mereka sortir berdasarkan jenis bahan hingga berdasarkan jenis logam. Kelompok-kelompok atau individu ini sering disebut scrapper.

Pemisahan bagian-bagian yang bernilai ini bukanlah sebuah proses yang sederhana, melibatkan proses mekanik (umumnya manual) dan kimia. Secara mekanik, umumnya scrapper akan mencabuti jarum-jarum conector berlapis emas dan  melepaskan komponen-komponen elektronik dari PCBnya baik manual atau dengan menggunakan panas (solder atau tungku) bahkan  dengan cairan kimia tertentu yang umumnya bersifat korosif.

Setelah melakukan pengumpulan material/bahan, dilakukan pemilahan berdasarkan hasil akhir dan metode yang akan digunakan, berikut nya akan melibatkan cairan-cairan kimia tertentu. Dengan cairan-cairan kimia tersebut dilakukan pemilahan secara kimia, dengan proses pelarutan dan pengendapan, elektrolisa, electroplating ataupun electrowinning.

Tahapan-tahapan tersebut adalah proses yang beresiko, sehingga harus dilakukan di dalam fumehood, udara terbuka, jauh dari orang-orang dan binatang, jauh dari jangkauan anak kecil dan harus menggunkan safety gear seperti kacamata, masker gas, sarung tangan karet. Setelah mendapatkan bagian-bagian yang bernilai ini dan menjadikannya logam mulia yang berharga mereka harus bertangung jawab terhadap larutan kimi sisa yang dihasilkan, proses netralisasi harus dilakukan sehingga cairan sisa cukup aman untuk dibuang.


http://komponenbekas2000.blogspot.co.id/
https://www.youtube.com/watch?v=RIASM9ML9eI