Senin, 12 September 2016

Penghargaan AHMAD BAKRIE 2016 untuk Ahli Gempa Indonesia,

Yayasan Achmad Bakrie menyelenggarakan acara Penghargaan Achmad Bakrie XIV, Sabtu, 20 Agustus 2016 yang lalu sebagai wujud apresiasi kepada tokoh-tokoh ilmuwan dan periset nasional, sebagai penghargaan atas pencapaian pembangunan intelektual dan menginspirasi masyarakat. Diantara penerima penghargaan itu adalah Dr. Danny Hilman Natawijaya dalam kategori science atas pencapaiannya dalam riset gempa dan tektonik. Ilmuan yang juga dijuluki Ustadz Gempa itu dianggap memberikan sumbangsih dalam ilmu pengetahuan dan memberikan penyadaran bahwa pendekatan keilmua mutlak diperlukan dalam penanggulangan bencana.

Foto : Attlantipedia.ie

Danny Hilman dalam akun facebooknya menceritakan suka dukanya dalam melakukan penelitian koral di wilayah kepulauan Mentawai yang kemudian menjadi dasar dalam penghitungan siklus gempa. Beliau dan timnya sering dikejar -kejar penduduk, bahkan ada yang mengacung-acungkan golok karena mereka disangka para pengebom ikan.

Sikap antipati juga ditunjukkan beberapa bulan sebelum gempa-tsunami melanda Aceh, ketika timnya mempublikasikan prediksi tentang potensi gempa dan tsunami di Sumatra dan melakukan penyuluhan tentang kesiapsiagaan terhadap ancaman bencana tersebut. Bencana Tsunami benar-benar terjadi di Desember 2004, sehingga disangka klenik karena seolah-olah tahu sebelum terjadi, padahalpadahal apa yang mereka paparkan dan serukan adalah hal yang ilmiah. Ketika sedang giat melakukan publikasikan potensi gempa-tsunami berikutnya dan giat propaganda untuk mitigasi bencana banyak dihujat dan dianggap melakukan provokasi yang meresahkan masyarakat. Sebagian menganggap prediksi-prediksinya setengah klenik, bahkan sebagian lagi menuduhnya mendahului takdir Tuhan.

Beberapa waktu kemudian apa yang menjadi topik risetnya tersebut benar-benar terjadi, secara berurutan terjadi gempa-gempa besar dan ada yang dikuti tsunami. Gempa Nias 2005, Gempa-tsunami Pangandaran 2006, gempa-tsunami Pagai 2010, dan yang masih dinantikan waktunya gempa pada zona hening Megathrust Mentawai di sekitar Pulau Siberut.

Propaganda Pengurangan risiko bencana yang telah dipelopori Danny Hilman dan Kawan-kawan hingga saat ini masih dilakukan. BNPB-BPBD sebagai leading sektor dalam Penanggulangan Bencana  terus menggiatkan penguatan kapasitas dan penyadaran masyarakat melalui upaya sosialisasi dan pendidikan kebencanaan

Selamat untuk Dr. Danny Hilman Natawijaya dan kawan-kawan.


(ysr)

Jenis-Jenis Bencana

1. Bencana Alam

Bencana alam merupakan kejadian yang secara umum merupakan akibat dari perstiwa-peristiwa yang terjadi di alam baik secara alamiah ataupun diakibatkan oleh adanya campur tangan manusia dimana perbuatan manusi menjadi salah satu pemicu dari tejadinya bencana alam. Secara umum penyebab bencana alam dapat dikategorikan menjadi 3 macam (seperti pada gambar di bawah):
- Bencana akibat Klimatologi dan Meteorologi (iklim dan cuaca) atau  hidrometeorologi
- Bencana akibat perbuatan manusia
- Bencana akibat gejala alamiah dalam siklus-siklus geologi atau bencana geologi


















Jenis-Jenis bencana alam dan penyebab

2. Bencana Non Alam

a.  Kegagalan Teknologi dan Moderenisasi
Bencana akibat kegagalan teknologi dan moderenisasi seringkali disebut dengan "man made disaster" atau bencana "buatan" manusia. seringkali upaya-upaya dalam peningkatan teknologi dan moderenisasi dalam rangka peningkatan ekonomi, perbaikan industri untuk peningkatan produksi dan energi, transportasi dan sebagainya menjadi bumerang bagi kehidupan manusia, menyebabkan kecelakaan kerja, korban jiwa harta benda, pencemaran dan kerusakan lingkungan.

-  kecelakaan reaktor nuklir Chernobyl, 26 April 1986, di Pripyat, Ukraina. Peristiwa itu menyebabkan ledakan dahsyat sehingga ratusan ribu penduduk diungsikan, zona pada radius 48 km terpaksa dikosongkan untuk menghindari dampak serius radiasi terhadap penduduk. 500.000 orang terlibat dalam penanganan bencana tersebut dan sangat berpengaruh pada perekonomian Unisoviet kala itu.Walaupun jumlah korban jiwa dari bencana ini tergolong sedikit, namun pada tahun-tahun berikutnya hingga tahun 2000an dilaporkan bahwa terdapat ribuan kasus gangguan kesehatan, kanker, cacat mental dan fisik pada anak-anak dan orang dewasa di Ukraina, Belarusia dan Rusia.

- Pencemaran Logam Merkuri di Teluk Minamata, Jepang, 1995. Pencemaran berdampak pada ikan dan ikan ikan yang terkontaminasi juga dimakan oleh penduduk, akibatnya 10.000 orang terjangkit penyakit yang diistilahkan dengan "Minamata Desease, dan 2000 orang meninggal.

- Badai Abu (The Dust Bowl) di Great Plains, Amerika Serikat. 1930an. terjadi akibat pembukaan lahan pertanian secara masif (besar-besar) sehinga mengakibatkan kekeringan berkepanjangan pada wilayah yang sangat luas, pada akhirnya menimbulkan badai abu yang dahsyat dan berdampak pada wilayah 100.000.000 hektar  dan 500.000 orang kehilangan tempat tinggal.

Kabut Asam London (London's Killer Fog), 1952. Moderenisasi Industri pada masa itu membuat masyarakat di  Londonsudah terbiasa dengan kabut asap. Akan tetapi pada musim dingin terjadi peningkatan penggunaan batubara untuk bahan bakar perapian di rumah-rumah penduduk. hal ini mningkatkan polusi, kontaminasi Asam Sulfida, Oksida Nitrogen dan jelaga di udara dan london diselimuti kabut hitam. Bencana ini juga mengakibatkan hujan asam dan menelan korban lebih 12.000 jiwa.

Lumpur Lapindo (Lumpur Sidoarjo), Sidoarjo, Jawa Timur, Indonesia. Peristiwa Lumpur Lapindo sampai saat ini masih menjadi perdebatan di tengah-tengah masyarakat dan para ahli Indonesia. Sebagian menyebutkan bahwa itu adalah peristiwa alam sehingga penanganannya disamakan dengan bencana alam dan menjadi tanggungan pemerintah secara garis besar, namun sebagian lagi menyebutkan bahwa itu adalah bencana geologi yang dipicu oleh kesalahan operasional dalam pemboran eksplorasi minak bumi dimana lapisan lumpur yang tidak solid bercampur fluida air dan gas naik ke permukaan  melalui celah atau lubang pemboran dimana seharusnya pada lapisan tersebut harusnya dilakukan grouting atau diisolasi. Bencana ini menyebabkan ribuan orang terinfeksi penyakit saluran pernafasan dan gastritis akibat pencemaran gas Metana dan lebih dari 10.000 Keluarga harus dipindahkan akibat banjir lumpur dan rusaknya infrastruktur dan bangunan di sekitar semburan yang kini telah menjadi danau lumpur.

b. Wabah Penyakit atau Epidemi
dalam sejarah dunia, pertiwa wabah penyakit secara masifpun pernah terjadi beberapa kali, baik wabah penyakit yang langsung menyerang manusia maupun lahan pertanian sehingga wabah penyakit juga diidentikkan dengan klasus-kasus kelaparan.
-  "Potato Famine" Irlandia, 1845 to 1848. Terjadi kelangkaan Kentang yang menjadi makanan pokok bangsa Irlandia pada masa itu akibat wabah jamur yang merusak pertanian kentang. Bencana ini menyebabkan 2 juta orang eksodus kenegara negara disekitanya.
-  Wabah Flu global, pada 1918 and 1919, akibatnya shampir 100 juta orang meninggal di seluruh dunia, bahkan di India saja menelan korban lebih 16 Juta jiwa. Korban terbanyak adalah dari anak-anak dan orang tua.

3. Bencana Sosial

a. Konflik Sosial
b. Teror






http://www.disasterium.com/10-worst-man-made-disasters-of-all-time/
http://www.disasterium.com/10-worst-natural-disasters-of-all-time/
http://abid03.wordpress.com/2010/11/01/tragedi-kebocoran-nuklir-terparah-sepanjang-sejarah/
http://catatan-risma.blogspot.com/2013/09/penyebab-dan-dampak-lumpur-lapindo-di_5903.html

......................

Pengurangan Risiko Bencana

Indonesia adalah negeri yang rawan bencana. Berbagai bencana telah memakan korban jiwa dan kerugian yang besar. Di samping faktor alam, kompleksnya kondisi masyarakat Indonesia dari segi demografi/Kependudukan  dan ekonomi telah menambah tingginya kerentanan terhadap peristiwa bencana. Penggundulan hutan, pengikisan area perbukitan, pembakaran lahan, dan perusakan lingkungan merupakan contoh nyata yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat di berbagai daerah.

Banyaknya kerugian dan korban jiwa tersebut diantaranya disebabkan oleh rendahnya tingkat kesiapsiagaan dan pengetahuan tentang bencana (Direktorat Jenderal Manajemen  Pendidikan Dasar Dan Menengah , Kementerian Pendidikan Nasional, Jakarta 2010), sehingga perlu:
  • kebijakan pemerintah terutama di bidang pendidikan penanggulangan  bencana
  • upaya-upaya integrasi pendidikan kebencanaan dan pengurangan risiko bencana ke dalam kegiatan dan kurikulum pendidikan 
Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana menjadi wahana yang sangat penting untuk mewujudkan budaya siap dan siaga serta kesadaran dalam  menghadapi ancaman bencana, sekaligus sebagai perwujudan dari Education for Sustainable Development (Pendidikan Untuk Pembangunan yang berkelanjutan) dan Sekolah tetap dipercaya sebagai wahana efektif untuk membangun budaya bangsa, termasuk membangun kesiapsiagaan bencana warga negara pada usia anak, pendidik, dan tenaga pendidik serta para pemangku kepentingan termasuk masyarakat luas.

Pendidikan kebencanaan dalam Kerangka Aksi Hyogo , menjadi salahsatu prioritas utama dalam upaya  Pengurangan Risiko Bencana, yaiut Prioritas Aksi ke-3 yang menyebutkan bahwa Kegiatan PRB perlu menggunakan pengetahuan, inovasi dan pendidikan untuk membangun sebuah budaya keselamatan dan ketahanan di semua tingkat, di antaranya:
  1. Pengelolalaan dan pertukaran informasi antar pemangku kepentingan, komunitas ahli, komunitas masyarakat.
  2. Pendidikan dan Pelatihan tentang kebencanaan,  kesiapsiagaan dan bagaimana meminimalisir efek bahaya
  3. Penelitian
  4. Kesadaran Publik dengan menggalakkan ketertiban media dan keterlibatan komunitas dalam kampanye pendidikan publik
Menurut Undang-undang No 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana Bahwa setiap orang berhak :
  •  Mendapatkan perlindungan sosial dan rasa aman,  khususnya bagi kelompok masyarakat rentan bencana; 
  • Mendapatkan pendidikan, pelatihan, dan ketrampilan dalam penyelenggaraan  penanggulangan bencana.
  • Mendapatkan informasi secara tertulis dan/atau lisan tentang kebijakan penanggulangan bencana.

Menurut Kementerian Kependidikan Nasional Indonesia, 2010, Deklarasi Hak Asasi Manusia telah menetapkan bahwa anak-anak berhak mendapatkan perlakuan dan pertolongan khusus dalam bencana sehingga perlu diberi pendidikan kebencanaan dan pengurangan risiko bencana dimana:
  • Siswa/anak-anak merupakan anggota masyarakat  yang rentan terhadap bencana.
  • Sekolah, khususnya siswa, merupakan agen atau media untuk menyebarluaskan pengetahuan tentang pendidikan bencana kepada orangtua dan lingkungannya.
  • Siswa merupakan aset pembangunan dan masa depan bangsa, sehingga harus dilindungi dari berbagai ancaman bencana.
 Hal ini diperkuat dengan adanya Surat Edaran Menteri Pendidikan Nasional No 70a/MPN/SE/2010, Penyelenggaraan PB di Sekolah perlu dilakukan melalui pelaksanaan strategi  pengarusutamaan Pengurangan Resiko Bencana (PRB) di sekolah,   yaitu :
  1. Pemberdayaan kelembagaan dan kemampuan Komunitas sekolah. 
  2. Pengintegrasian PRB ke dalam kurikulum satuan pendidikan formal, baik intra maupun ekstra kurikuler.
  3. Pembangunan kemitraan dan jaringan antar berbagai pihak untuk mendukung pelaksanaan PRB di sekolah
 Dengan adanya pendidikan PRB ini diharapkan dapat menumbuhkembangkan:

  1. nilai dan sikap kemanusiaan;
  2. sikap dan kepedulian terhadap risiko bencana;
  3. pemahaman tentang risiko bencana, kerentanan sosial, kerentanan fisik, serta kerentanan perilaku dan motivasi;
  4. pengetahuan dan keterampilan untuk pencegahan dan pengurangan risiko bencana, pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan yang bertanggung jawab, dan adaptasi terhadap risiko bencana;
  5. upaya-upaya untuk pengurangan risiko bencana di atas baik secara individu maupun kolektif;
  6. pengetahuan dan keterampilan kesiapsiagaan bencana;
  7. kemampuan tanggap darurat bencana;
  8. kesiapan untuk mendukung pembangunan kembali komunitas saat bencana terjadi dan mengurangi dampak bencana; serta
  9. kemampuan beradaptasi dengan perubahan besar dan mendadak—meningkatkan daya lenting pribadi (individual) maupun komunitas (kolektif).
Melalui pendidikan diharapkan agar upaya pengurangan risiko bencana dapat mencapai sasaran yang lebih luas dan dapat dikenalkan secara lebih dini kepada seluruh peserta didik, dengan mengintegrasikan pendidikan pengurangan risiko bencana ke dalam kurikulum sekolah. 

“Terwujudnya budaya sadar bencana, kesiapsiagaan (preparedness), keselamatan (safety), dan ketangguhan (resiliency) di tingkat sekolah untuk mencegah dan mengurangi potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana alam”.









Penanggulangan Bencana

Penanggulangan Bencana sebagai satu-satu alat dalam upaya mitigasi dan pengurangan dampak  atau risiko bencana saat ini bukan lagi menjadi tanggung jawab pemerintah semata, sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari aktifitas pemerintahan, masyarakat dan dunia usaha. Plus, ditambah dengan lahirnya UU no 24 tahun 2007 maka Penanggulangan bencana telah berkekuatn hukum tetap dan harus diterapkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam kehidupan sehari-hari, ber"dunia usaha", industri bahkan pemerintahan. Penanggulangan bencana tidak lagi menjadi urusan ketika terjadi bencana (respon bencana, tanggap darurat) saja, namun merupakan kegiatan yang terintegrasi saat tidak ada bencana, ketika ada potensi bencana, saat bencana bahkan paska bencana, sehingga muncullah istilah Siklus Penanggulangan Bencana.

A. Saat tidak ada bencana


    Saat tidak ada bencana kita sering kali tidak memperhitungkan atau tidak tahu keadaan-keadan berisiko yang ada di lingkungan kita bahkan dalam pekerjaan-pekerjaan ringan sekalipun, misalkan saat berkendaran roda dua tanpa menggunakan helm, ini menjadi faktor resiko yang sering kita remehkan. Dengan kata lain kita dapat menyebukan bahwa saat tidak ada bencana adalah zona aman yang membuat kita lalai dari dampak yang dapat merugikan.
    Mempertimbangkan penyataan diatas maka kita perlu mengenali potensi-potensi bahaya yang ada disekitar kita dan faktor-faktor resiko yang akan meningkatkan potential looses baik untuk diri kita maupun lingkungan di sekitar kita. Berikut adalah beberapa hal yang perlu kita lakukan pada saat berada pada zona aman atau saat tidak ada bencana:
  1. Mengenali potensi bahaya atau bencana yang ada disekitar kita, baik yang bersifat alamiah, hasil dari perbuatan atau kegiatan atau budaya manusia, maupun dampak dari penggunaaan teknologi. Pada tahap lanjut barangkali dapat dilakukan pemetaan potensi bahaya atau bencana. lihat Potensi Bencana.
  2. Mengenali faktor-faktor kerentanan yang dapat meningkatkan risko atau dampak misalnya faktor kemampuan kita secara manusiawi, kemampuan ekonomi, karakteristik dan budaya kita secara individu maupun masyarakat, ketersediaan infrastruktur dalam membentengi kita dari bencana, termasuk faktor pengetahuan dan pengalaman.
  3. Peningkatan upaya proteksi untuk mencegah adanya dampak yang meluas dari bencana yang mungkin dapat terjadi, misalnya dengan peningkatan pengetahuan dan pemahaman tentang bencana dan apa yang harus dilakukan dalam mengantisipasi bencana, memperkuat dan memperbanyak infrastruktur dalam penanggulangan bencana, cadangan ekonomi dan bahan-bahan kebutuhan pokok sebagai baffer stock jika terjadi bencana, sistem pengairan, air bersih, sanitasi yang baik, dan sebagainya.

B. Ketika ada Potensi Bencana

    Fase ini disebut juga dengan fase siap-siaga dimana kita sudah mengenali adanya potensi bahaya atau bencana yang ada di disekitar kita, namun ada kemungkinan atau diyakinai bahwa potensi itu menjadi ancaman nyata yang suatu saat pasti terjadi, menunggu waktu tanpa dapat dicegah. Hal ini tentunya telah melalui pengamatan yang mendalam dan berdasar atau melalui sejumlah kajian atau penelitan ilmiah menurut disiplin ilmu tertentu dan dapat dipertangungjawabkan. Misalnya menurut pengamatan akan terjadi longsor pada sebuh bukit yang dapat membahayakan penduduk di bawahnya, atau daerah tertentu adalah daerah rawan gempa yang pasti akan terjadi gempa besar  pada waktu yang tidak dapat tiperhitungkan, atau menurut kajian geologi suatu daerah dapat saja dilanda tsunami jika terjadi gempa besar di laut, atau adanya informasi gunung akan meletus, dan sebagainya.

    Pengetahuan, data dan informasi-informasi semacam ini akan menjadi acuan dalam menentukan sikap atau langkah-langkah yang mutlak harus dilakukan termasuk persiapan bekal dan perlengkapan agar kerugian atau risiko bencana dapat ditekan. Intinya pada fase ini kita sedang mempersiapkan diri untuk menghadapi bahaya yang akan terjadi, akan kah dihadang atau dihindari, tentunya keduanya memiliki konsekuensi dalam potensial looses atau tindakan yang harus dilakukan, pada fase inilah disusun rencana kontinjensi.

C. Saat Bencana

    Pada Fase ini seluruh pihak harus benar-benar patuh terhadap instruksi evakuasi, menghindar atau menjauh dari daerah bahaya. Kesempatan untuk menyelamatkan aset mungkin sangat tipis atau malah tidak sempat lagi, sehingga aset-aset dan jiwa yang selamat sangat tergantung dari persiapan kita sebelum bencana benar-benar terjadi. Jumlah kerugian sangat tergantung dari tindakan yang dilakuan saat fase siaga. Yang perlu diperhatikan adalah jangan sampai ada penambahan korban dan kerugian. Penangan korban dan pengungsi secara tepat mutlak dilakukan. 

D. Pasca Bencana

    Setelah kejadian bencana merupakan face pemulihan dan pembangunan kembali aset-aset yang rusak dan hacur akibat bencana. Seringkali bencana  menimbulkan dampak yang dalam terhadap masyarakat sehinga perlu rehabilitasi mental dengan kegiatan-kegiatan sosial yang menghibur dan dapat menyembuhkan trauma paling tidak dapat menghilangkan rasa takut dan was-was atau penyakit-panyakit kejiwaan lainnya.


Sebagai bagian dari sebuah bangsa, apakah kita dari unsur pemerintahan, dunia usaha atau masyarakat sebagai individu ataupun berkelompok (ORMAS, NGO), tentu kita dapat memposisikan diri dan mengambil peran dan tindakan sesuai dengan porsi, tugas dan wewenang dalam siklus Penanggulangan Bencana, dan yang perlu ditingkatkan adalah adanya jaringan aktifitas yang terkoordinasi dalam ketiga unsur tersebut sehinga secara bersama-sama terjalin kerjasama yang erat, harmonis dan berkesinambungan.

(ysr)

Minggu, 11 September 2016

Baru nyoba Camstudio

Barusan googling software buat bikin video tutorial, dengan ngerekam semua aktifitas di layar komputer, dan yang penting gratisan alias freeware. Nemu freware namanya CamStudio, webnya http://camstudio.org. nah bagi yang berminat langsung aja click link tersebut.

Waktu menginstal ada beberapa software gratisan yang juga diinstalnya, yaitu ByteFence Anti-Malware dan Booking.com. Mungkin karena gratisan jadi pembuat softwarenya ngiklanin produk lain... Btw, ternyata camStudio yang saya download sudah ada sejak tahun 2013....hehehhe maklum amitaran.


Vidio test camStudio saya



Selasa, 06 September 2016

Cepat Kaya dengan Recycle Emas Limbah Elektronik?

aGak keluar dari mainstream blog ini,tapi sebenarnya saya ingin mengkaitkan dampaknya terhadap lingkungan dibandngkan keuntungan yang dapat diperoleh.

Limbah elektronik umumnya dikategorikan sebagai limbah berbahaya yang memerlukan perlakuan khusus. Barang elektronik umumnya terbuat dari bahan bukan organik yang tidak akan terurai secara alamiah. Terdiri dari berbagai unsur logam hingga bahan kimia plastik, perpaduan logam dengan logam untuk tujuan tertentu, persenyawaan logam dengan non logam, atau persenyawaan kimia untuk karakteristik tertentu pada komponen-komponennya. Sederhananya, sampah elektronik adalah tumpukan limbah logam dan limbah kimia secara bersamaan.

Seluruh logam kecuali logam mulia (emas, perak, platinum dll) dapat teroksidasi atau bereaksi dengan senyawa kimia tertentu sehingga membentuk logam-logam oksida atau senyawa-senyawa logam yang umumnya bersifat racun. Oleh karena itu limbah elektronik perlu penanganan khusus, yaitu daur ulang.

Proses daur ulang sebainya dilakukan dalam skala masal yang memperhatikan aspek-aspek teknis dan lingkungan. Namun demikian ada kelompok-kelompok orang atau individu yang melakukan daur ulang dalam skala kecil, umumnya mereka hanya mengambil bagian-bagian bernilainya saja, umumnya logam-logam mulia seperti emas, perak, palladium, platinum, sisanya mereka jual kembali tetap berupa limbah elektronik baik yang yang tidak disortir ataupun yang sudah mereka sortir berdasarkan jenis bahan hingga berdasarkan jenis logam. Kelompok-kelompok atau individu ini sering disebut scrapper.

Pemisahan bagian-bagian yang bernilai ini bukanlah sebuah proses yang sederhana, melibatkan proses mekanik (umumnya manual) dan kimia. Secara mekanik, umumnya scrapper akan mencabuti jarum-jarum conector berlapis emas dan  melepaskan komponen-komponen elektronik dari PCBnya baik manual atau dengan menggunakan panas (solder atau tungku) bahkan  dengan cairan kimia tertentu yang umumnya bersifat korosif.

Setelah melakukan pengumpulan material/bahan, dilakukan pemilahan berdasarkan hasil akhir dan metode yang akan digunakan, berikut nya akan melibatkan cairan-cairan kimia tertentu. Dengan cairan-cairan kimia tersebut dilakukan pemilahan secara kimia, dengan proses pelarutan dan pengendapan, elektrolisa, electroplating ataupun electrowinning.

Tahapan-tahapan tersebut adalah proses yang beresiko, sehingga harus dilakukan di dalam fumehood, udara terbuka, jauh dari orang-orang dan binatang, jauh dari jangkauan anak kecil dan harus menggunkan safety gear seperti kacamata, masker gas, sarung tangan karet. Setelah mendapatkan bagian-bagian yang bernilai ini dan menjadikannya logam mulia yang berharga mereka harus bertangung jawab terhadap larutan kimi sisa yang dihasilkan, proses netralisasi harus dilakukan sehingga cairan sisa cukup aman untuk dibuang.


http://komponenbekas2000.blogspot.co.id/
https://www.youtube.com/watch?v=RIASM9ML9eI

Senin, 05 September 2016

Bencana Geologi

Bencana Geologi adalah semua peristiwa atau kejadian di alam yang berkaitan dengan siklus-siklus yang terjadi di bumi atau segala sesuatu yang disebabkan oleh faktor-faktor geologi. Faktor-faktor geologi tersebut dapat berupa struktur dan tekstur tanah dan batuan, jenis tanah dan batuan, pola pengaliran sungai, topografi, struktur geologi (lipatan dan patahan), tektonik maupun gunungapi. Faktor-faktor geologi tersebut selain menyebabkan adanya potensi bencana, pada kenyataannya faktor-faktor geologi tersebut memberi arti penting dalam kehidupan dan siklus kehidupan di bumi kita ini.

Berikut adalah beberapa bencana yang umum disebabkan oleh Faktor-faktor Geologi:
1. Kekeringan

Bencana kekeringan merupakan fenomena alam yang dapat diakibatkan oleh kondisi geologi (batuan) suatu wilayah. Jenis-jenis dan sifat tanah dan batuan yang menjadi penyusun suatu daerah akan sangat berpengaruh pada asupan dan serapan air tanah. pada daerah yang didominasi atau tersusun oleh batuan pejal dan keras denga lapisan tanah yang tipis pada umumnya tidak menyimpan air dalam waktu yang lama bahkan dapat langsung menjadi surface run off atau lolos ke bawah permukaan melalui celah celah batuan. hal seperti ini sangat umum dijumpai pada daerah berbatu seperti di daerah karst yang umum tersusun oleh batu gamping atau batu kapur (seperti di sepanjang pegunungan selatan jawa, Gunug Kidul hingga Wonogiri), daerah yang kaya dengan batau beku dan metamorfik (seperti di daerah Nusa Tenggara Timur dan Selatan Lombok). Pada daerah-daerah dengan karakteristik tadi umumnya lebih senang menanan singkong, jagung atau pada ladang sebagai bahan makanan pokok.

Selain faktor geologi tersebut, kekeringan juga diakibatkan oleh degradasi lahan akibat eksploitasi berlebihan, Pengrusakan lahan, sehingga mengakibatkan hilangnya kemampuan tanah dalam menyimpan air, ditambah dengan faktor iklim dan suaca setempat sehingga terjadi kekeringan berkepanjangan saat musim kemarau (musim panas). Bencana ini sering mengakibatkan kelaparan hingga wabah penyakit menular.

 Penanganan bencana ini dapat dilakukan dengan melakukan rehabilitasi lahan secara berkelanjutan, penghijauan dan pembuatan waduk waduk dengan area hijau disekitarnya untuk meningkatkan kesuburan dan pengadaan pasokan air secara alami di wilayah tersebut. 
2. Longsor


Secara umum longosr dapat dibedakan menjadi beberapa tipe berdasarkan tipe pergerakannya, yaitu: Longsoran Translasi, Longsoran Rotasi, Pergerakan Blok, Runtuhan Batu, Rayapan Tanah, Aliran Material Rombakan.

Penyebab:
·         Longsor dan gerakan tanah merupakan peristiwa umum yang terjadi di daerah berlereng tidak stabil dan dipicu oleh curah dan intensitas hujan.
·         Sering diakibatkan oleh pengrusakan lahan, penggundulan hutan, tidak adanya pelindung tanah secara memadai.
·         atau adanya lapisan impermeable (batuan keras kedap air, lapisan lempung) di bawah lapisan tanah sehingga air tanah akan mengendap/mengalir di atas lapisan lapisan tersebut, pada titik jenuhnya air tersebut akan membuburkan lapisan tanah di diatas lapisan tersebut sehingga tanah akan bergerak sesuai dengan arah kemiringan lapisan impermeable tersebut baik seketika maupun rayapan.

Upaya menyikapi:
Perlu meningkatkan pengetahuan karakteristik wilayah secara fisik, pemahaman akan pentingnya area hijau untuk kestabilan lereng dan resapan air tanah disaat curah hujan tinggi.  dan untuk menekan risiko yang dapat diakibatkan longsor dan gerakan tanah perlu kita menghindari daerah-daerah rawan longsor dan gerakan tanah. atau melakukan treatmen-treatment untuk upaya mitigasi.
3. Banjir dan Banjir bandang

Banjir dan banjir bandang erat kaitannya dengan kapasitas area tangkapan air di daerah hulu. Berkurangnya area hijau di daerah hulu akan meningkatkan ancaman banjir, sementara itu minimnya vegetasi akan meningkatkan potensi longsor di daerah hulu, sehingga jika terjadi longsor di sekitar badan sungai akan mengakibatkan terbentuknya bendungan alam yang akan menjadi “peluncur peluru” banjir bandang.

Bendungan alam tersebut pada saatnya jika telah melewati kemampuan dan kesetimbangannya maka akan jebol dan akan terjadi terjangan air bah yang disertai dengan material longsor seperti tanah dan lumpur, bebatuan hingga pohon-pohon kayu tumbang. Percampuran air bah dengan segala material tersebut akan meningkatkan daya hancur dan akan merusak apapun yang dilaluinya.
4. Gunung meletus
Indonesia secara geotektonik terletak pada "Segitiga emas"  interaksi Lempeng yang menyebabkan Indonesia terdapat pada jalur cincin api dunia dimana pada jalur tersebut tersebar gunungapi-gunungapi aktif. Cincin api tersbut disebut dengan ring of fire circum Mediterania bagian Barat Indonesia (Sumatera - Jawa) dan Circum Pasifik di bagian Timur Indonesia (Sulawesi - Kepulauan Maluku). Banyaknya gunungapi menghasilkan kekayaan alam alam, keindahan dan kesuburan lahan yang luar biasa. Namun disamping itu juga menyimpan potensi bencana khususnya letusan gunungapi.

Berikut adalah potensi bahaya yang ditimbulkan dari adanya letusan gunungapi dan pembagian zona bahaya dari letusangunungapi:


·         Lontaran “bom” vulkanik
·         Aliran lava
·         Gas beracun
·         Awan panas ( 600 o - 1000 o C)
·         Banjir lahar panas/dingin
·         Gempabumi (lokal)


KRB III : Terlanda awan panas, aliran lava,  lontaran batu pijar dan hujan abu
KRB II : Dapat terlanda awan panas dan lontaran material vulkanik dan hujan abu.
KRB I : Terlanda aliran lahar dan hujan abu

 Berdasarkan catatan sejarah letusan gunungapi,maka gunungapi di Indonesia dibagi menjadi beberapa tipe:


  1. Gunung api tipe A adalah gunung api yang pernah meletus atau meningkat kegiatannya sejak tahun 1.600 sampai sekarang. Tahun 1.600 dibuat sebagai patokan mungkin karena saat itu para naturalis dari Belanda melakukan pencatatan
  2. Gunung api tipe B, tidak memiliki sejarah letusan sejak tahun 1.600 atau sebelumnya, tetapi terdapat lubang bekas letusan (kawah yang tidak aktif) di kawah atau puncaknya. Tipe B ada 30 gunung.
  3. Gunung api tipe C adalah tipe gunung api yang hanya memiliki manifestasi panas bumi (solfatara, fumarola) dipermukaannya, tetapi tidak memiliki sejarah letusan sejak tahun 1.600 atau sebelumnya maupun lobang letusan di puncak/tubuhnya. Tipe ini sebanyak 21 gunung. 
  Dalam upaya mitigasi dan pengurangan Risiko Bencana maka, diantaranya, perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut:
  1. Mempertimbangkan peta Bahaya Letusan Gunung api:
  2. Tidak membangun permukiman, bangunan vital dan strategi, serta bangunan lainnya yang mengundang konsentrasi banyak manusia di KRB III.
  3. Hati-hati bermukim di KRB II .
  4. Tidak membangun pemukiman dan aktivitas penduduk di bantaran sungai yang berpotensi terjadi aliran/banjir lahar.
  5. Mempersiapkan Rencana evakuasi, peralatan dan kebutuhan dasar yang diperlukan jika terjadi Letusan Gunungapi 
5. Gempa bumi
Aktifitas gempabumi sangat erat kaitannya dengan aktifitas tektonik yang berlangsung di permukaan bumi yang menyebabkan adanya jalur-jalur patahan yang rawan terjadi gempa. Masing-masing jalur patahan tersebut akan memiliki karakteristik yang berbeda-beda tergantung tipe interkasi tektonik yang ada di derah tersebut  (apakah terjadi tumpukan lempeng, lempeng-lempeng saling bersinggungan atau bergerak menjaduh), sehingga juga mengakibatkan adanya perbendaan karakteristik gempa. Untuk memahami ini agan-agan dapat membaca aritikel-artikel yang berkaitan dengan lempeng tektonik (Plate Tektonik).

Dalam pemahaman fenomena gempa bumi terdapat beberapa pemahaman yang harus dipahami dan disepakati bersama, artinya perlu ada penyamaan persepsi, yaitu :
·         Kekuatan gempa pada sumbernya di nilai dengan skala richter (sr), sedangkan kuat goncangan yang dirasakan dan dampak yang diakibatkannya dinilai dengan “mmi” (modified mercally intensity).
·         Gempa bumi akan terasa kuat jika dekat dengan sumbernya dan terasa lemah jika jauh dari sumbernya meskipun >8 sr (berskala magnitudo besar). sehingga...
·         Semakin dekat dengan pusat gempa maka efek yang dirasakan akan semakin kuat, nilai MMI-nya akan semakin besar, sebaliknya jika lebih jauh dari pusat gempa maka MMI (dampak dan goncangan) akan lebih kecil.
·         Kejadian/fenomena gempabumi merupakan rambatan gelombang yang menghasilkan goncangan atau getaran dipermukaan bumi, dan setiap tipe rambatan gelombang gempa akan menghasilkan dampak yang berbeda pada wilayah yang dilaluinya. 
·         Pengetahuan dan pemahaman tentang rambatan gelombang gempa akan meningkatkan pemahaman masyarakat tentang tindakan apa yang harus dilakukan ketika terjadi gempabumi..sehingga pemahaman akan MMI, tipe dan sifat rembatan gelombang gempa perlu diperkuat di masyarakat agar dapat memahami secara instan dampak yang mungkin atau akan ditimbulkan oleh suatu fenomena gempabumi dan tindakan apa yang perlu dilakukan jika terjadi gempabumi.
6. Tsunami
Tsunami umum terjadi pada tipe patahan yang memiliki lentingan vertikal (patahan naik), dimana bagian lempeng yang tertekan melenting ke atas saat terjadi perlepasan energi saat gempa (Patahan Horizontal/Transform tidak menyebabkan Tsunami). Hal ini umum terdapat pada daerah daerah tepi benua dimana terjadi tabrakan lempeng samudera dengan lempeng benua, dalam hal ini lempeng samudera menyusup ke bawah lempeng benua (hal ini di sebut subduksi). 

Daerah tepi benua tersebut menjadi bagian yang tertekan akibat tabrakan ini, sehingga pada waktunya, mungkin dalam siklus beberapa ratus tahun, akan terjadi pelepasan anergi pada zona yang tertekan ini. Nah, saat pelepasan energi  ini lah terjadi pelentingan tepi benua yang umum di sebut Megathrust dan memicu perhamburan air laut  dari dasar samudera menyebabkan gelombang besar (riak raksasa) yang  pada akhirnya dihempaskan ke daera. Pelentingan ini juga menyebakan munculnya karang-karang laut di permukaan (daratan bertambah akibat pengangkatan).

Sebagaimana pengalaman gempabumi dan tsunami selama ini di wilayah Indonesia, pelepasan  energy gempa di sepanjang zona megathrust tidak menghasilkan MMI yang besar, artinya rambatan gelombang gempa tidak menimbulkan kerusakan yang berarti pada bangunan dan lingkungan, goncangan tidak besar namun berayun dalam waktu yang cukup lama, ayunan dapat diarasakan kuat hingga lemah tergantung jarak dari episentrum. Tipe rambatan gempa BERUPA slow earthquake (gempa lambat)

Lempeng bumi bergerak terjadilah gempa



Mari pahami gambar-gambar berikut:

Gambar 3. Bentuk potongan-potongan kerak/lempeng bumi.
Gambar 4. Ilustrasi arus konveksi sebagai penyebab bergeraknya kerak/lempeng-lempeng bumi
Dari ilustrasi gambar dapat kita pahami bahwa  arus konveksi pada mantel mendorong astenosfer dan menyebabkan bergeraknya astenosfer sehinga ikut mendorong pergeraknya lapisan litosfer yang mengambang diatasnya. Begrgeraknya astenosfer dan listosfer secara bersama-sama inilah yang disebut dengan pergerakan lempeng pada teori Lempeng  (Tektonic Plate). 

Seperti ilustrasi pada gambar 3 dan gambar 4 diketahui bahwa lempeng-lempeng bumi yang tersusun seperti permainan Puzzel aktif bergerak akibat adanya tekanan dari dalam bumi karena adanya arus konveksi dari mantel. Pergeraknya kepingan-kepingan puzzle tersebut menyebabkan adanya interaksi antar lempeng pada bagian tepi-tepinya atau pada batas lempeng (plate boundary) baik berupa tabrakan, gesekan pada bagian tepi puzzle atau bergerak saling menjauh. Uraiannya adalah sebagai berikut:
  1. Divergent, dimana lempeng-lempeng bergerak saling menjauh sehingga menyebabkan pemekaran. Disebut juga constructive boundary karena pada saat terjadi pemekaran magma naik ke permukaan mengisi bagain-bagian tepi yang kosong membentuk lapisan-lapisan batuan muda (baru).  Umum terjadi ditengah samudera. Pusat  pemekaran di tengah samudera umumnya membentuk punggungan tengah samudera yang disebut juga Mid Oceanic Ridge (MOR).  Silahkan lihat Gambar 6. Pada batas divergen akan sering terjadi gempabumi namun tidak sesering atau sehebat pada jenis batas lempeng convergen dan transform.
  2. Convergent atau saling bertabarakan, batas ini juga disebut dengan destructive boundary karena pada bagian-bagian tepi yang bertambarakan akan mengalami penghancuran (ribuan tahun loo) melalui proses patahan dan gempa bumi.
    • Collision (Kolisi), tabrakan lempeng-lempeng sejenis, misalnya benua dengan benua (seperti benua India dengan Benua Asia-Eropa (Eurasian Plate) yang membentuk pegunungan Himalaya, atau samudera dengan samudera namun jarang dijumpai di muka bumi. Gambar 5.
    Gambar 5. Collision atau tabrakan Lempeng Benua India dengan Lempeng Benua Eurasia (Asia-Eropa)
    • Subduction (Subduksi), Gambar 6, tabrakan lempenglempeng beda jenis, yaitu antara lempeng benua dengan samudera. Karena lempeng samudera lebih tipis namun berat jenisnya lebih besar (tersusun oleh bebatuan yang mengandung logam-logam berat) maka lempeng samudera akan menyelinap (subduct) masuk ke bawah kerak benua, maka bagian ujung kerak samudera yang masuk ke dalam mantel bumi akan meleleh dan lelehan ini akan naik ke permukaan bumi melalui celah celah pada kerak benua dan membentu gunungapi. Maka, di sepanjang zona subduksi ini akan terbentuk gunungapi-gunungapi aktif membentuk cincin api mediterania (Mediteranian Ring of fire) dan cincin api pasifik (Pasific Ring of Fire). Di Indonesia, Subduksi terjadi di sepanjang palung Sunda (Perairan Barat Sumatera di bawah kepulauan Nias-Mentawai hingga perairan Selatan Jawa). Gempa-gempa besar di sepanjang zona subduksi ini sebagian juga dapat  (BISA IYA BISA TIDAK) memicu Tsunami seperti yang pernah terjadi di Aceh (2004), Pagai Selatan (2010), Pangandaran (2006), Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat (1992). Silahkan klik Tsunami untuk penjelasan tentang tsunami.
     
    Gambar 6. Divergent Boundary dan Convergent-Subduction Boundary.
  3. Transform atau saling bergesekan atau bersenggolan, saling bergerak searah ataupun berlawan arah secara mendatar dengan kecepatan berbeda. Batas ini sering juga disebut Conservative Boundary, Daerah ini akan sering mengalami gempabumi hingga gempabumi merusak, menghasilkan patahan-patahan besar dan kecil di sekitar batas lempeng. Contoh dari Transform Boundary ini adalah batas Lempeng Samudera Pasifik dengan Lempeng Benua Amerika Utara yang menghasilkan patahan besar San Andreas (San Andreas Fault) yang terkenal.
    Gambar 7. Transform Boundary, Batas trasnsform lempeng Samudera Pasifik dan Lempeng Benua Amerika Utara, menghasilkan Patahan San Andreas. Kedua Gambar tanpa perbandingan skala. 
Demikianlah Penjelasan umum dan mendasar kenapa terjadi pergerakan lempeng bumi yang bertanggung jawab terhadap proses terjadinya gempabumi.


Note : All pictures taken from internet and some of them edited by writer.


(ysr)