Bencana
Geologi adalah semua peristiwa atau kejadian di alam yang berkaitan dengan
siklus-siklus yang terjadi di bumi atau segala sesuatu yang disebabkan oleh
faktor-faktor geologi. Faktor-faktor geologi tersebut dapat berupa struktur dan
tekstur tanah dan batuan, jenis tanah dan batuan, pola pengaliran sungai,
topografi, struktur geologi (lipatan dan patahan), tektonik maupun
gunungapi. Faktor-faktor geologi tersebut selain menyebabkan adanya
potensi bencana, pada kenyataannya faktor-faktor geologi tersebut memberi arti
penting dalam kehidupan dan siklus kehidupan di bumi kita ini.
Berikut
adalah beberapa bencana yang umum disebabkan oleh Faktor-faktor Geologi:
1. Kekeringan
Bencana
kekeringan merupakan fenomena alam yang dapat diakibatkan oleh kondisi geologi
(batuan) suatu wilayah. Jenis-jenis dan sifat tanah dan batuan yang menjadi
penyusun suatu daerah akan sangat berpengaruh pada asupan dan serapan air
tanah. pada daerah yang didominasi atau tersusun oleh batuan pejal dan keras
denga lapisan tanah yang tipis pada umumnya tidak menyimpan air dalam
waktu yang lama bahkan dapat langsung menjadi surface run off atau lolos ke
bawah permukaan melalui celah celah batuan. hal seperti ini sangat umum
dijumpai pada daerah berbatu seperti di daerah karst yang umum tersusun oleh
batu gamping atau batu kapur (seperti di sepanjang pegunungan selatan jawa,
Gunug Kidul hingga Wonogiri), daerah yang kaya dengan batau beku dan metamorfik
(seperti di daerah Nusa Tenggara Timur dan Selatan Lombok). Pada daerah-daerah
dengan karakteristik tadi umumnya lebih senang menanan singkong, jagung atau
pada ladang sebagai bahan makanan pokok.
Selain
faktor geologi tersebut, kekeringan juga diakibatkan oleh degradasi lahan
akibat eksploitasi berlebihan, Pengrusakan lahan, sehingga mengakibatkan
hilangnya kemampuan tanah dalam menyimpan air, ditambah dengan faktor iklim dan
suaca setempat sehingga terjadi kekeringan berkepanjangan saat musim kemarau
(musim panas). Bencana ini sering mengakibatkan kelaparan hingga wabah penyakit
menular.
Penanganan
bencana ini dapat dilakukan dengan melakukan rehabilitasi lahan secara
berkelanjutan, penghijauan dan pembuatan waduk waduk dengan area hijau
disekitarnya untuk meningkatkan kesuburan dan pengadaan pasokan air secara
alami di wilayah tersebut.
2. Longsor
Secara
umum longosr dapat dibedakan menjadi beberapa tipe berdasarkan tipe
pergerakannya, yaitu: Longsoran Translasi, Longsoran Rotasi, Pergerakan Blok, Runtuhan
Batu, Rayapan Tanah, Aliran Material Rombakan.
Penyebab:
·
Longsor dan gerakan tanah merupakan
peristiwa umum yang terjadi di daerah berlereng tidak stabil dan dipicu oleh
curah dan intensitas hujan.
·
Sering diakibatkan oleh pengrusakan
lahan, penggundulan hutan, tidak adanya pelindung tanah secara memadai.
·
atau adanya lapisan impermeable (batuan
keras kedap air, lapisan lempung) di bawah lapisan tanah sehingga air tanah
akan mengendap/mengalir di atas lapisan lapisan tersebut, pada titik jenuhnya
air tersebut akan membuburkan lapisan tanah di diatas lapisan tersebut sehingga
tanah akan bergerak sesuai dengan arah kemiringan lapisan impermeable tersebut
baik seketika maupun rayapan.
Upaya
menyikapi:
Perlu meningkatkan pengetahuan karakteristik wilayah secara fisik,
pemahaman akan pentingnya area hijau untuk kestabilan lereng dan resapan air
tanah disaat curah hujan tinggi.
dan untuk menekan risiko yang dapat diakibatkan longsor dan gerakan tanah perlu
kita menghindari daerah-daerah rawan longsor dan gerakan tanah. atau melakukan
treatmen-treatment untuk upaya mitigasi.
3. Banjir dan Banjir bandang
Banjir
dan banjir bandang erat kaitannya dengan kapasitas area tangkapan air di daerah
hulu. Berkurangnya area hijau di daerah hulu akan meningkatkan ancaman banjir,
sementara itu minimnya vegetasi akan meningkatkan potensi longsor di daerah
hulu, sehingga jika terjadi longsor di sekitar badan sungai akan mengakibatkan
terbentuknya bendungan alam yang akan menjadi “peluncur peluru” banjir bandang.
Bendungan
alam tersebut pada saatnya jika telah melewati kemampuan dan kesetimbangannya
maka akan jebol dan akan terjadi terjangan air bah yang disertai dengan
material longsor seperti tanah dan lumpur, bebatuan hingga pohon-pohon kayu
tumbang. Percampuran air bah dengan segala material tersebut akan meningkatkan
daya hancur dan akan merusak apapun yang dilaluinya.
4. Gunung meletus
Indonesia
secara geotektonik terletak pada "Segitiga emas" interaksi
Lempeng yang menyebabkan Indonesia terdapat pada jalur cincin api dunia dimana
pada jalur tersebut tersebar gunungapi-gunungapi aktif. Cincin api tersbut
disebut dengan ring of fire circum Mediterania bagian Barat Indonesia (Sumatera
- Jawa) dan Circum Pasifik di bagian Timur Indonesia (Sulawesi - Kepulauan
Maluku). Banyaknya gunungapi menghasilkan kekayaan alam alam, keindahan dan
kesuburan lahan yang luar biasa. Namun disamping itu juga menyimpan potensi
bencana khususnya letusan gunungapi.
Berikut
adalah potensi bahaya yang ditimbulkan dari adanya letusan gunungapi dan
pembagian zona bahaya dari letusangunungapi:
·
Lontaran “bom” vulkanik
·
Aliran lava
·
Gas beracun
·
Awan panas ( 600 o -
1000 o C)
·
Banjir lahar panas/dingin
·
Gempabumi (lokal)
KRB
III : Terlanda awan panas, aliran lava, lontaran batu pijar dan
hujan abu
KRB
II : Dapat terlanda awan panas dan lontaran material vulkanik dan hujan abu.
KRB
I : Terlanda aliran lahar dan hujan abu
Berdasarkan
catatan sejarah letusan gunungapi,maka gunungapi di Indonesia dibagi menjadi
beberapa tipe:
- Gunung api tipe A adalah gunung
api yang pernah meletus atau meningkat kegiatannya sejak tahun 1.600
sampai sekarang. Tahun 1.600 dibuat sebagai patokan mungkin karena saat
itu para naturalis dari Belanda melakukan pencatatan
- Gunung api tipe B, tidak memiliki
sejarah letusan sejak tahun 1.600 atau sebelumnya, tetapi terdapat lubang
bekas letusan (kawah yang tidak aktif) di kawah atau puncaknya. Tipe B ada
30 gunung.
- Gunung api tipe C adalah tipe
gunung api yang hanya memiliki manifestasi panas bumi (solfatara,
fumarola) dipermukaannya, tetapi tidak memiliki sejarah letusan sejak
tahun 1.600 atau sebelumnya maupun lobang letusan di puncak/tubuhnya. Tipe
ini sebanyak 21 gunung.
Dalam upaya mitigasi dan pengurangan Risiko Bencana maka, diantaranya, perlu
dilakukan hal-hal sebagai berikut:
- Mempertimbangkan peta Bahaya Letusan Gunung api:
- Tidak membangun permukiman, bangunan vital dan
strategi, serta bangunan lainnya yang mengundang konsentrasi banyak
manusia di KRB III.
- Hati-hati bermukim di KRB II .
- Tidak membangun pemukiman dan aktivitas penduduk
di bantaran sungai yang berpotensi terjadi aliran/banjir lahar.
- Mempersiapkan Rencana evakuasi, peralatan dan
kebutuhan dasar yang diperlukan jika terjadi Letusan Gunungapi
5. Gempa bumi
Aktifitas
gempabumi sangat erat kaitannya dengan aktifitas tektonik yang berlangsung di
permukaan bumi yang menyebabkan adanya jalur-jalur patahan yang rawan terjadi
gempa. Masing-masing jalur patahan tersebut akan memiliki karakteristik yang
berbeda-beda tergantung tipe interkasi tektonik yang ada di derah
tersebut (apakah terjadi tumpukan lempeng, lempeng-lempeng saling
bersinggungan atau bergerak menjaduh), sehingga juga mengakibatkan adanya
perbendaan karakteristik gempa. Untuk memahami ini agan-agan dapat membaca
aritikel-artikel yang berkaitan dengan lempeng tektonik (Plate Tektonik).
Dalam
pemahaman fenomena gempa bumi terdapat beberapa pemahaman yang harus dipahami
dan disepakati bersama, artinya perlu ada penyamaan persepsi, yaitu :
·
Kekuatan gempa pada sumbernya di nilai
dengan skala richter (sr), sedangkan kuat goncangan yang dirasakan dan dampak
yang diakibatkannya dinilai dengan “mmi” (modified mercally intensity).
·
Gempa bumi akan terasa kuat jika dekat
dengan sumbernya dan terasa lemah jika jauh dari sumbernya meskipun >8 sr
(berskala magnitudo besar). sehingga...
·
Semakin dekat dengan pusat gempa maka
efek yang dirasakan akan semakin kuat, nilai MMI-nya akan semakin besar,
sebaliknya jika lebih jauh dari pusat gempa maka MMI (dampak dan goncangan)
akan lebih kecil.
·
Kejadian/fenomena gempabumi merupakan
rambatan gelombang yang menghasilkan goncangan atau getaran dipermukaan bumi,
dan setiap tipe rambatan gelombang gempa akan menghasilkan dampak yang berbeda
pada wilayah yang dilaluinya.
·
Pengetahuan dan pemahaman tentang
rambatan gelombang gempa akan meningkatkan pemahaman masyarakat tentang
tindakan apa yang harus dilakukan ketika terjadi gempabumi..sehingga pemahaman
akan MMI, tipe dan sifat rembatan gelombang gempa perlu diperkuat di masyarakat
agar dapat memahami secara instan dampak yang mungkin atau akan ditimbulkan
oleh suatu fenomena gempabumi dan tindakan apa yang perlu dilakukan jika
terjadi gempabumi.
6. Tsunami
Tsunami
umum terjadi pada tipe patahan yang memiliki lentingan vertikal (patahan naik),
dimana bagian lempeng yang tertekan melenting ke atas saat terjadi
perlepasan energi saat gempa (Patahan Horizontal/Transform tidak menyebabkan
Tsunami). Hal ini umum terdapat pada daerah daerah tepi benua dimana terjadi
tabrakan lempeng samudera dengan lempeng benua, dalam hal ini lempeng samudera
menyusup ke bawah lempeng benua (hal ini di sebut subduksi).
Daerah
tepi benua tersebut menjadi bagian yang tertekan akibat tabrakan ini, sehingga
pada waktunya, mungkin dalam siklus beberapa ratus tahun, akan terjadi
pelepasan anergi pada zona yang tertekan ini. Nah, saat pelepasan
energi ini lah terjadi pelentingan tepi benua yang umum di
sebut Megathrust dan memicu perhamburan air
laut dari dasar samudera menyebabkan gelombang besar (riak raksasa)
yang pada akhirnya dihempaskan ke daera. Pelentingan ini juga
menyebakan munculnya karang-karang laut di permukaan (daratan bertambah akibat
pengangkatan).
Sebagaimana
pengalaman gempabumi dan tsunami selama ini di wilayah Indonesia, pelepasan energy
gempa di sepanjang zona megathrust tidak menghasilkan MMI yang
besar, artinya rambatan gelombang gempa tidak menimbulkan kerusakan yang
berarti pada bangunan dan lingkungan, goncangan tidak besar namun berayun dalam
waktu yang cukup lama, ayunan dapat diarasakan kuat hingga lemah tergantung
jarak dari episentrum. Tipe rambatan gempa BERUPA slow earthquake (gempa
lambat)