Penanggulangan Bencana sebagai satu-satu alat dalam upaya mitigasi dan pengurangan dampak atau risiko bencana saat ini bukan lagi menjadi tanggung jawab pemerintah semata, sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari aktifitas pemerintahan, masyarakat dan dunia usaha. Plus, ditambah dengan lahirnya UU no 24 tahun 2007 maka Penanggulangan bencana telah berkekuatn hukum tetap dan harus diterapkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam kehidupan sehari-hari, ber"dunia usaha", industri bahkan pemerintahan. Penanggulangan bencana tidak lagi menjadi urusan ketika terjadi bencana (respon bencana, tanggap darurat) saja, namun merupakan kegiatan yang terintegrasi saat tidak ada bencana, ketika ada potensi bencana, saat bencana bahkan paska bencana, sehingga muncullah istilah Siklus Penanggulangan Bencana.
A. Saat tidak ada bencana
Saat tidak ada bencana kita sering kali tidak memperhitungkan atau tidak tahu keadaan-keadan berisiko yang ada di lingkungan kita bahkan dalam pekerjaan-pekerjaan ringan sekalipun, misalkan saat berkendaran roda dua tanpa menggunakan helm, ini menjadi faktor resiko yang sering kita remehkan. Dengan kata lain kita dapat menyebukan bahwa saat tidak ada bencana adalah zona aman yang membuat kita lalai dari dampak yang dapat merugikan.
Mempertimbangkan penyataan diatas maka kita perlu mengenali potensi-potensi bahaya yang ada disekitar kita dan faktor-faktor resiko yang akan meningkatkan potential looses baik untuk diri kita maupun lingkungan di sekitar kita. Berikut adalah beberapa hal yang perlu kita lakukan pada saat berada pada zona aman atau saat tidak ada bencana:
- Mengenali potensi bahaya atau bencana yang ada disekitar kita, baik yang bersifat alamiah, hasil dari perbuatan atau kegiatan atau budaya manusia, maupun dampak dari penggunaaan teknologi. Pada tahap lanjut barangkali dapat dilakukan pemetaan potensi bahaya atau bencana. lihat Potensi Bencana.
- Mengenali faktor-faktor kerentanan yang dapat meningkatkan risko atau dampak misalnya faktor kemampuan kita secara manusiawi, kemampuan ekonomi, karakteristik dan budaya kita secara individu maupun masyarakat, ketersediaan infrastruktur dalam membentengi kita dari bencana, termasuk faktor pengetahuan dan pengalaman.
- Peningkatan upaya proteksi untuk mencegah adanya dampak yang meluas dari bencana yang mungkin dapat terjadi, misalnya dengan peningkatan pengetahuan dan pemahaman tentang bencana dan apa yang harus dilakukan dalam mengantisipasi bencana, memperkuat dan memperbanyak infrastruktur dalam penanggulangan bencana, cadangan ekonomi dan bahan-bahan kebutuhan pokok sebagai baffer stock jika terjadi bencana, sistem pengairan, air bersih, sanitasi yang baik, dan sebagainya.
B. Ketika ada Potensi Bencana
Fase ini disebut juga dengan fase siap-siaga dimana kita sudah mengenali adanya potensi bahaya atau bencana yang ada di disekitar kita, namun ada kemungkinan atau diyakinai bahwa potensi itu menjadi ancaman nyata yang suatu saat pasti terjadi, menunggu waktu tanpa dapat dicegah. Hal ini tentunya telah melalui pengamatan yang mendalam dan berdasar atau melalui sejumlah kajian atau penelitan ilmiah menurut disiplin ilmu tertentu dan dapat dipertangungjawabkan. Misalnya menurut pengamatan akan terjadi longsor pada sebuh bukit yang dapat membahayakan penduduk di bawahnya, atau daerah tertentu adalah daerah rawan gempa yang pasti akan terjadi gempa besar pada waktu yang tidak dapat tiperhitungkan, atau menurut kajian geologi suatu daerah dapat saja dilanda tsunami jika terjadi gempa besar di laut, atau adanya informasi gunung akan meletus, dan sebagainya.
Pengetahuan, data dan informasi-informasi semacam ini akan menjadi acuan dalam menentukan sikap atau langkah-langkah yang mutlak harus dilakukan termasuk persiapan bekal dan perlengkapan agar kerugian atau risiko bencana dapat ditekan. Intinya pada fase ini kita sedang mempersiapkan diri untuk menghadapi bahaya yang akan terjadi, akan kah dihadang atau dihindari, tentunya keduanya memiliki konsekuensi dalam potensial looses atau tindakan yang harus dilakukan, pada fase inilah disusun rencana kontinjensi.
C. Saat Bencana
Pada Fase ini seluruh pihak harus benar-benar patuh terhadap instruksi evakuasi, menghindar atau menjauh dari daerah bahaya. Kesempatan untuk menyelamatkan aset mungkin sangat tipis atau malah tidak sempat lagi, sehingga aset-aset dan jiwa yang selamat sangat tergantung dari persiapan kita sebelum bencana benar-benar terjadi. Jumlah kerugian sangat tergantung dari tindakan yang dilakuan saat fase siaga. Yang perlu diperhatikan adalah jangan sampai ada penambahan korban dan kerugian. Penangan korban dan pengungsi secara tepat mutlak dilakukan.
D. Pasca Bencana
Setelah kejadian bencana merupakan face pemulihan dan pembangunan kembali aset-aset yang rusak dan hacur akibat bencana. Seringkali bencana menimbulkan dampak yang dalam terhadap masyarakat sehinga perlu rehabilitasi mental dengan kegiatan-kegiatan sosial yang menghibur dan dapat menyembuhkan trauma paling tidak dapat menghilangkan rasa takut dan was-was atau penyakit-panyakit kejiwaan lainnya.
Sebagai bagian dari sebuah bangsa, apakah kita dari unsur pemerintahan, dunia usaha atau masyarakat sebagai individu ataupun berkelompok (ORMAS, NGO), tentu kita dapat memposisikan diri dan mengambil peran dan tindakan sesuai dengan porsi, tugas dan wewenang dalam siklus Penanggulangan Bencana, dan yang perlu ditingkatkan adalah adanya jaringan aktifitas yang terkoordinasi dalam ketiga unsur tersebut sehinga secara bersama-sama terjalin kerjasama yang erat, harmonis dan berkesinambungan.
(ysr)